Mazhab juga berarti Pendirian.
Menurut istilah para fakih mazhab mempunyai dua pengertian, yaitu:
1. Pendapat salah seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu masalah.
2. Kaidah-kaidah istimbath yang dirumuskan oleh seorang Imam Mujtahid.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa pengertian mazhab adalah: Hasil ijtihad seorang imam (Mujtahid
Mutlak Mustaqil) tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbath.
Dengandenulqan,pengert1anbermazhabadalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbathnya.
)
Di kalangan umat Islam ada empat mazhab yang paling terkenal, yaitu Mazhab Hanafi (80 150 H), Mazhab Maliki (93 , 179 H), Mazhab SyaH'i (150-204 H), danMazhab Hanbali (164 , 241 H).
Selain empatMazhab tersebut, masihbanyak mazhab lain seperti: Hasan Bashri, Ais-Tsaury, Daud Azh-Zhahiri, lbnu Abi Laila, Al-Auza'iy, Al-Laitsi, lbnu Hazm, AT-Thabary, Syi'ah Imamiyah dan Syi'ah Zaidiyah
Kalati kita perhatikan, dalam menetapkan suatu hukum, adakalanya terdapat perbedaan pendapat di antara Imam Mazhab itu, walaupun sama-sama merujuk kepada Al-Qur' an dan Sunnah Rasulullah, disamping sumber hukum lainnya. baik yang muttafaq alaih maupun yang mukhtalaf fiih.
Jalan pikiran para Imam Mujtahid inilah yang perlu kita lihat dan telaah dan kemudian membanding-bandingnya. Lebih baik lagi, apabila kita mengetahui latar belakang atau:“ pun dasar seorang mujtahid menetapkan suatuhukum. Mung
kin karena dipengaruhi oleh lingkungan atau masa, di samping sumber hukum yang dipergunakan. Sebagai contoh, mengapa ada qaul Qadim dan qaul Jadid dalam mazhab Syafi'i, sewaktu beliau diBagdad,berbedajalan pikirannya dengan di Mesir.
Menurut hemat penulis perubahan penetapan hukum yang dilakukan oleh Imam Syafi'i karena dua hal:
1. Imam Syafi'i menemukan dan berpendapat, bahwa ada dalil yang dipandang lebih kuat sewaktu beliau sudah bermukim di Mesir, atau dengan kata lain, beliau meralat pendapat lama (qadim). 2. Beliau mempertimbangkankeadaansetempat,situasidan kondisi. Faktoryangkeduainilahbarangkalijangkauannya lebih luas, namun tetap terbatas, karena walaupun bagai
mana beliau tetap lebih berhati-hati dalam menetapkan suatu hukum. Kita ketahui, beliau menyatakan ketidak.setujuannya suatu hukumditetapkanberdasarkan istihsan (Imam Hanafi). .
* Ada suatu hal yang patut kita renungkan mengenai sikap Imam Syafi’i. Ketika beliau pergi ke Bagdad setelah bermukim di Mesir, beliau mendapat sambutan yang hangat dari pengikut-pengikutnya dan ketika itu diminta untuk menjadi imam shalat subuh. Pada saat itu beliau tidak membaca qunut. Ketika Pengikut beliau mempertanyakan, (Syafi'i biasanya membaca qunut dan hukumnya sunat), beliau lalu menjawab Taadd uban, (demi sopan santun), karena makmum di Bagdad, pada umumnya tidak membaca qunut pada 'shalat subuh (Hana
ayah)
Di sini kita lihat, seorang mujtahid mengenyampingkan pendapatnya untuk menjaga perasaan orang banyak. Tetapi hendaknya diingat, bahwa sikap yang demikian dapat ditiru dan diteladani dalam masalah furu', bukan masalah pokok.
Contoh lain kita lihat di Indonesia ini, bahwa Buya Hamka pemah shalat subuh di Masjid Raya Jember Jawa Timur. Beliau ketika itu menjadi imam dan membaca qunut. Setelah selesai shalat ada yang bertanya, mengapa beliau itu membaca qunut,
padahal biasanya tidak.
Apa jawab beliau: Kalau saya membaca qunut, shalat saya sah dan tidakbatal. Tetapi bila tidak membaca qunut, dikuatirkan makmum, mengulang shalatnya lagi, karena dipandangnya 'shalatnya tidaksempurna. Pada umumnya di sana jamaah menganut mazhab Syafi'i.
Kemudian kita lihat lagi contoh lain, mengenai ibadah haji. Menurut Syafi'iwudlu' menjadibatal, bila bersentuhan laki-laki dan wanita, sedangkan menurut Hanafi tidak. Dalam menjalankan tawaf, hal semacam ini sukar dihindari, karena orang
berdesak-desakan. Apakah tidak sebailqiya, dalam persoalan seperti ini, kita mengikuti pendapat Hanah? Imam Syafi ! pun sebenarnya membolehkan dalam keadaan darurat
Hasilnya tetap sama-sama boleh tetapi alasannva yang berbeda. Imam Hanafi berpendapat bahwa, pada dasarnya memang boleh bersentuhan kulit laki-laki dengan wanita, bukan karena alasan darurat. Sedangkan Imam Syafi'i pim menganggap boleh, karena alasan darurat. Akhirnya pengikut Syafi'i (Syafi'iyah), tetap fanatik kepada pendapat imamnya, tidak mau melihat pendapat mujtahid lain,
Pada masa Rasulullah dan sahabat, kita dapat melihat contoh seperti masalah Talak Tiga. Pada masa Rasulullah, sekiranya ada orang yang menjatuhkan talak tiga sekaligus, dihitung jatuh talak satu dan boleh ruju' lagi. Pada saat meng' ucapkan talak itu mungkin kemarahan suami terlalu memuncak, tanpa memikirkan akibatnya, yaitu tidak boleh ruju' lagi.
Kemudian pada masa khalifah 'Umar bin Khatab, orang yang menjatuhkan talak tiga sekaligus, maka jatuh talak tiga (talak baain), dan tidak boleh ruju' lagi.
Mengapaberbeda sekali ketentuanhukumnya? Pada masa 'Umar orang terlalu mudah dan menganggap enteng, sehingga seenaknya saja orang mengucapkan kata talak Dengan sikap 'Umar yang tegas ini, orang lebih berhati-hati dan tidak mempermainkan talak.
Demikianlah di antara contoh yang dikemukakan di sini dan selanjutnya dapat ditelaah pendapat dari masing-masmg mazhab dan kita pun ( menurut hemat penulis), bebas memilih pendapat yang menurut kita lebih mantap untuk diamalkan, dengan suatu catatan, jangan hendaknya memilih yang
mudah-mudah saja.
Memang untuk membanding-banding dan menentukan pilihan secara tepat, tidak begitu mudah, karena hams ada per
4 Perbandingan Mazhab Fiqh
bendaharaan ilmu dan kemampuan untuk menilai
. Oleh sebab itu, bagi orang awam yang sudah menetapkan pilihannya berdasarkan petunjuk seorang ulama atau gurunya, jangan hendaknya diusik (diganggu) yang mengakibatkan dia beribadat tidak tenang dan malahan akanbertambah bingung.
Dalam masyarakat ada saja kemungkinan seorang da'i, mu'alim atau ustadz yang menyampaikan ajaran agama menurut pahamnya (aliran yang dianutnya) dan menyalahkan paham (aliran) orang lain, terutama masalah furu' (cabang). bukan pokok.
Berbeda tentu, seorang ulama tidak boleh membiarkan paham yang sesat yang mengatasnamakan Islam seperti shalat sehari semalam hanya tiga waktu atau dua waktu saja, atau shalatyangdilakukan selamainibelumsempuma,berdasarkan wangsit yang diterimanya, sebagaimana peristiwa yang meng
hebohkan di Situ Bondo tahun 1996 yang lalu. Lebih lanjut apa sebenarnya yang menjadi tujuan pokok mempelajari Perbandingan Mazhab Fiqh ini?
/ Tujuannya ialah: agar kita dapat memahami dengan baik tentang pendapat-pendapat yang ada dalamberbagai mazhab yang berkembang dalam hukum Islam untuk menumbuhkan sikap menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita dan tidak terlalu fanatik (buta) dalam pendapat atau mazhab yang kita anut.
Di atas sudah dikemukakan, bahwa Imam Syafi'i sangat bijaksana, bila berhadapan dengan masyarakat banyak Disampmgitu perlu kita renungkan,bahwalmam3yafi' 1 pernah berbeda pendapat dengan pendapatnya sendiri (qaul qadim ian qaul jadid). Dengan demikian, dipandang amat wajar, bila eseorang (ulama), berbeda pendapat dengan orang lain.
seorang mujtahid bebas berijtihad, asal saja tidak mem. batalkan ijtihad orang lain. Berbeda, sekiranya dia' membatalkan ijtihadnya (meralat pendapat lama) sendiri, seperti ImamSyafi'i.
Jadi, pada suatu ketika Hanafiyah bisa saja berbeda perv dapat dengan Imam Hanafi, Malikiyah dengan Imam Malik; Syafi'iyah dengan Imam Syafi'i dan Hanabilah dengan hnam Hanbali.
Dalam 'arah kita lihat cukup jelas contohnya. Bukankah Imam Syafi'i pernah berguru kepada Imam Malik, dan Daud Zhahirimenganggaplmam Syafi'i sebagai gurunya (walaupun tidak bertatap muka secara langsung), tetapi akhimya mengambil jalan pikiran sendiri (mazhab sendiri).
.Dengan demikian, tidaklah dipandang tabu, bila murid berbeda pendapat dengan gurunya. Selanjutnya bidang bahasan dalam hukum fiqh ini, berkisar sekitar nash-nash yang zhanniyatul dalalah dan masalah-masalah yang belum atau tidak ditemukan hukumnya dalam nash (Al-Qur'an dan
Sunnah).
Sebagai contoh dapat kita lihat mengenai bayi tabung, inseminasi buatan, bedah mayat, pencangkokan organ tubuh, asuransidanmasihbanyakmasalah-masalahlainyangbermunculan dan akan terus bermunculan.
Masalah kontemporer semacam ini, biasanya dibahas dalam bidang studi Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah.
Sebab-sebab Timbul Perbedaan Pendapat
MasalahIGiilafiahmerupakanpersoalanyangterjadidalam
realitas kehidupan manusia. Di antara masalah khilafiah tersebut ada yang menyelesaikannya dengan cara yang sangat Sederhana dan mudah, karena ada saling pengertian berdasarkan akal sehat. Akan tetapi dibalik itu masalah khilatiah dapat menjadi ganjalan untuk menjalin keharmonisan dikalangan ummat Islam karena sikap ta'asubiyah (fanatik) yang berlebihan; tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat dan sebagainya.
Perbedaan pendapat(masalahkhilafiahdalamtiqh) dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian (ijtihad), tid akxperlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kec udhkan hukumlslam,bahkansebaliknyabisamemberikankelenggaran
kepada orangbanyak sebagaimana yang diharapkan Nabi
Hal ini berarti, bahwa orang bebas memilih salah satu pendapat dari pendapat yang banyak itu, dan tidak terpaku hanya kepada satu pendapat saja.
Sebagian orang memang mempertanyakan, bahwa perbedaan pendapat kenyataannya membawa laknat, bukan rahmat. Perbedaan pendapat di kalangan orang awam dan orang yang kurang ilmunya memang demikian. Perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan (cendekiawan), itulah yang membawa rahmat, karena wawasan dan pandangannya luas dan tidak kaku.
A. PENGERTIAN
Secara etimologis fiqhiyah, "ikhtilaf" merupakan term yang diambil dari bahasa Arab yang berarti: berselisih, tidak sepaham, sedangkansecara terminologis fiqhiyah, ikhh'laf adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.
B. DAERAH TEMPAT TERJADI IKHTILAF (PERBEDAAN PENDAPAT)
Menurut teori hukum Islam yang dibuat ulama pada zaman pertengahan, struktur hukum Islam dibangun atas dasar empat dasar yang disebut sumber-sumber hukum. Keempat sumber itu adalah al-Quran, Sunnah Nabi, lima' dan Qiyas, sebagai dalil-dalil syara' yang sudah disepakati. Sedangkan Istihsan, Mashalihul Mursalah, 'urf, Istishab, Syariat sebelum ummat Islam dan mazhab sahabat dinamakan dalildalil syara' yang tidak disepakati. Malahan ada yang berpendapat bahwa sumber hukum yang disepakati hanya dua saja, yaitu al-Quran dan Sunnah.
Suatu pertanyaan yang patut dikemukakan dalam kaitannya dengan sumber dalil-dalil syara' yang disepakati adalah, apakah pada sumber dalil syara' tersebut ada kemungkinan terjadi ikhtilaf?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, akan dicoba dijelaskan mengenai keempat sumber yang dijadikan sebagai sumber dalil syara'.
Nash-nash al-Quran ditinjau dari segi petunjuknya terhadap hukum-hukum terbagi kepada dua kategori: Qath'iyud-dalalah dan Zaanniyud dalalah. Pada ayat-ayat alQuran yang termasuk dalam kategori ayat-ayat qath'iyud dalalah, tidak dapat dita'wilkan dan dipahami dengan arti yang lain kecuali hanya dengan arti yang sesuai dengan nashnash (ayat-ayat) tersebut.
Pada ayat-ayat yang masuk dalam kategori Zhanniy'ud dalalah, arti nash-nash itu masih memungkinkan untuk dita'wil atau dialihkan kepadapengertian yang lain. Dengan demikian. pada kategoriyangkeduainilahterjadi ikhtilafdalamnash-nash al-Quran sebagai sumber rujukan dalam penetapan hukum. Dalam bahasa lain dikatakan, bahwa perbedaan pendapat di kalangan ahli hukum, adalah disebabkan karena perbedaan pendapat di antara para sahabat dalam penafsiran al-Quran yang zhanni'iyud dalalah. Berbeda dengan al-Quran yang seluruhnya qath'yatul wurud, meskipun juga terdapat Zhanniyatul dalalah. Dalam hadits Nabi, dari segi wurudnya ada yang qati'iyul wurud dan ada pula yang zhanni'iyu iwurud disamping ada yang qat'iyud dalalah dan zhanni'iyud dalalah.
Oleh karena itu kemungkinan ada ikhtilaf pada bidang hadits sangat besar. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui ilmu musthalahul hadits, karena dengan ilmu tersebut kebe~ naran dan kesahihan suatu hadits dapat diketahui baik dari segi matan maupun sanad dan perawinya.
Dalam karya-karya fiqh klasik, ijma' telah didefinisikan secara berlainan Seperti, ijma' adalah kesepakatan ummat
Islam dalam persoalan-persoalan keagamaan Definisi yang lain, ijma' adalah konsensus pendapat orang-orang yang berkompetenuntukberijma'dalampersoalan-persoalanagama.
Sedangkan definisi yang ketiga, ijma' adalah kesepakatan bulat dari para ahli hukum zaman tertentu dalam masalah; masalah tertentu. Dari ketiga definisi di atas terjadi keragaman pengertian mengenai ijma' yang berpengaruh kepada konsep ijma' itu, sebagai salah satu sumber ketetapan hukum
Ijma' dalam sejarah Islam yang aktual adalah suatu proses alamiah bagi penyelesaian persoalan melalui pembentukan pendapat mayoritas umat secara bertahap. Setelah Nabi wafat dan wahyu berhenti turun; muncullah kebutuhan untuk menghindari kemungkinan salah dalam ijtihad.
Dalam Islam tidak ada hirarki wewenang secara mutlak Disamping itu setiap Muslim yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan hukum, berhak untuk memikirkan dan menafsirkan ulang hukum itu.
Antara ijma' dengan ijtihad merupakan dua alat yang salingberkaitandalamprosesyangberkesinambungan. Dalam pelaksanaan ijtihad bisa terjadi pendapat seseorang mendapat pengakuanumumyangkemudian terbentukmenjadikekuatan hukum yang bersifat umum pula.
Akan tetapi tetap ada saja celah bagi perbedaan pendapat dan penafsiran ulang mengenai hal-hal yang sudah dicapai sebagai hasil ijtihad-. '
Jadi dalam agama Islam konsep ijma' merupakan proses yang terus berlanjut dan kegiatan yang berkesinambungan serta berubah bersamaan dengan berubahnya keadaan.
Begitu juga mengenai qiyas sebagai sumber hukum terjadi ikhu‘laf PadamasaNabi, kaum musliminjarang menggunakan qiyas dalam melaksanakan suatu perkara hukum. Akan tetapi qiyas banyak berperan pada masa setelah Nabi wafat karena banyak yang muncul masalah memerlukan kepastian hukum. Dari sinilah muncul upaya-upaya pencarian sumber hukum 5eperti ijma' qiyas dan sebagainya.
Mengenai qiyas sebagai sumber hukum terjadi ikhtilaf. Ulama Syi'ah danZhahiri tidakmengakuiqijas sebagai sumber hukum. Alasan ulama Syi'ah, yaitu al-Quran dan Sunnah telah dianggap mencukupi, dan apabila tidak ada kejelasan dalam al-Quran dan Sunnah, maka masalah itu diserahkan kepada Imam sebagai orang yang ma'sum. Sedangkan alasan Zhahiri adalah karena sudah lengkap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-Quran danhadits. Apa yang sebenarnya dikatakan sebagai hasil ijtihad sahabat, itu sebenarnya hanyalah hasil dari pemahaman terhadap al-Quran dan hadits. ,
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah khi
lafiah adalah masalah yang selalu aktual dalam realitas kehidupan manusia, karena ada daya berpikir yang dimiliki, yang
mengakibatkan orangberpikir dinamis pula dalam menetapkan suatu hukum.
Adapun-yang menjadi daerah tempat ikhtilaf dalam garis
besarnya terdapat pada:
1) Ayat-ayat al-Quran yang zhanniyatud dalalahi
2) Hadits-haditsyangzhanniyatud dalalahdanzhanniyatud wurud.
3) Masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash (al-Quran dan Sunnah).
3. POKOK-POKOK SEBAB TERJADI IKHHLAF (PERBEDAAN PENDAPAT)
Ikhtilaf di kalangan umat Islam telah terjadi sejak masa sahabat, ikhtilaf terjadi dimasa sahabatitu adalah karena pel-bedaan paham di antara mereka dan perbedaan nash (Sunnah) yang sampai kepada mereka.
Hal ini terjadi karena pengetahuan mereka dala m masalah hadits tidak sama dan juga karena perbedaan pandangan ten= tang dasar penetapan hukum dan berlainan tempat.
Sebagaimana diketahui, bahwa ketika Agama lsla m telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat {\abi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke negeri yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah, sukar dilaksanakan.
Sampai saat ini fiqh ikhtilaf tetap berlangsung, mereka tetap berselisih paham dalam masalah turu'iyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash dan menginstimbatkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi antara pihak yang memperluas dar mempersempit, antara yang memperketat dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang cenderung berpegang pada dzahir nash, antara yang mewajibkan berA mazhab dan yang melarangnya.
Perbedaan pendapat di kalanganumat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinarnisan hukum Islam, karena pola pikir manusia terus berkembang.
Menuruthematpenulis,masing-masingpihakhendaknya menyadari, bahwa keikhlasan dan pendapat yang lahir dari akal yang sehat akan menghidupkan daya nalar pemel
pemeluk Agama Islam. Sebaliknya, ketidakikhlasan dan buah pikiran yang lahir dari akal kurang jernih akan merugikan pemel uk-pemeluknya dan akan menjadikan faktor penghambat Perkembangan ajaran Agama itu dalam Masyarakat.
Di antara sebab-sebab pokok terjadi ikhtilaf di kalangan Para ulama (Mujtahidin) adalah sebagai berikut:
dSebabjsebab External
1_ Berbeda perbendaharaan Hadits masing-masing mujtahid.
Hal ini terjadi sebagaimana-telah disebutkan di atas,bahwa para sahabat telah terpencar-pencar ke berbagai penjuru negeri yang banyak mengetahui tentanghaditsNabi, sukar
menemui mereka.
Ada juga kemungkinan, bahwa sahabat Nabi dapat dijumpai, tetapi masing-masing sahabat itu tidak sama dalam perbendaharaan haditsnya, karena pergaulannya dengan Rasulullah ikut menentukan banyak sedikitnya hadits yang diterima.
2. Di antara ulama dan ummat Islam, ada yang kurang memperhatikan situasi pada waktu Nabi. bersabda, apakah ucapan beliau itu berlaku umum atau untuk orang tertentu
saja. Apakah perintah itu untuk selama-lamanya atau hanya bersifat sementara.
3. Di antara ulama dan umat Islam kurang memperhatikan dan mempelajari, bagaimana caranya Nabi Menjawab suatu pertanyaan atau menyuruh orang, karena adakalanya jawaban atau suruhan itu tepat untuk seseorang dan kadang-kadang tidak tepat untuk orang lain.
4. Di antara ulama dan ummat Islam banyak yang terpengaruh oleh pendapat yang diterima dari pemukape
mu La dan ula ma-ulama sebelumnya dengan ucapan telah terjadi ijma', pada masalah-masalah yang tidak pernah terjadi ijma' . Umpamanya pendapat Ibnu Hajar, bahwa
lmam Nawawi berkata:
“telah ijtma' umat, bahwa mengangkat tangan ketika takbiratul ihram sunah hukumnya”.
Padahal Daud dan Ahmad Sayyar dari ulama Syafi'iyah mengatakan wajib, dan menurut Imam Malik tidak disunatkan.
Di antara ulama ada yang berpandangan yang terlalu berlebihan terhadap amaliyah-amaliyah yang disunatkan, sehin gga orang awam menganggapnya suatuamaliyah yang diwajibkan dan berdosa apabila ditinggalkan.
Para sahabat yang tinggal terpencar-pencar di seluruh pelosok negeri, ada yang meriwayatkan hadits berbedabeda, karenamungkm lalai atau lupa, sedangkanyang mengingatkan diantara sahabat-sahabat itu tidak ada.
Ada juga sahabat yang menerima hadits tertentu, dan tidak diterima oleh sahabat yang lainnya.
Perbedaan pandangan dalambidang politik, juga meimbulkan pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum Islam… Umpamanya: Khawarij, Syi'ah, Ahlussunnah Wal jama'ah dan Mu'tazilah mempunyai falsafah dan pandangan hidup masing-masing. Paham yang berbeda itu tidak hanya terbatas pada masalah politik saja, tetapi lebih jauh berpengaruh pada masalah aqidah,yang saling mengkafirkan, masalah ubudiyah yang saling menyalahkan dan masalah penetapan suatu hukum, golongan mana yang mengemukakan pendapatitu. Kalaubukan golongannya, serta merta pendapat itu ditolak, karena melihat b. Sebab-sebab Internal 1. Kedudukan Suatu Hadim '
Karena hadits-hadits yang datang dari Rasulullah itu melewati banyak jalan, maka terkadang menimbulkan perbedaan antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. bahkan bisa juga berlawanan. Bagi orang yang mantap hatinya mempercayai perawinya mka hadits tersebut dijadikan landasan penetapan hukum. Begitu juga sebaliknya bagi orang
yang tidak nmnpemayai perawinya akan mengenyampingkan hadits tersebut.
7, Perbedaan Penggunaan Sumber Hukum Para ulama dalam menetapkan suatu: hukum tidak sama .ntara satu dengan yang lam. Hal ini disebabkan tidak sama dalam penggunaan amba-nya Umpamanya: a. Dalam masalah Hadits Kedudukan hadits sebagai sumber hukum tidak diperselisihkan oleh para mujtahid (tukaha). Akan tetapi yang nuekapaselisihlanadalahdansegisampaiatautidahiya suatu hadits, percaya atau tidak terhadap seorang perawi. sahih atau tidak suatu hadits. b. Dalam masalah lima’ Sebagaiomztohdalammasalahijm’yaitudalamhal merujahzhkan talak tiga sekaligus. Jumhur fukaha mengatakan, bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga juga dengan alasanhelahijma'padamasaKhalifahUum,sedangkan ulamalainnmgatakan. bahwa talaktiga sekaligus, hanya jatuhsamderiganalasamtelahijma'padamasaNabidan Abu Bakar.
a,bukanmelihatkebenaranyangdisampaikannya
c. IStihsan. ImamHanafi mempergunakan istihsan dalam menetapkan sebagian hukum, sedang Imam Syafi'i tidak memakainya. Sebagai contoh: Menurut mazhab Syafi'i tidak boleh membaca al-Quran bagi orang sedang haid, karena orang yang haid itu sama dengan junub, sedang menurut Imam Hanafi dibolehkan membacanya.
d Masalah Mursalah.
Penetapan hukum dengan Masalah Mursalah adalah melihat kepentingan umum, walaupun kelihatannya menyimpang dari ketentuan yang biasa berlaku. Sebagai contoh: Menjatuhkan hukum mati atas suatu kaum atau kelompok manusia yang membunuh satu orang, bisa dijatuhi hukuman mati menurut fukaha Hanafiah, Malik dan Syafi'i untuk menghindari usaha jahat dari kelompok tertentu yang ingin melakukan pembunuhan dengan cara sengaja. Sedangkan menurut mazhab Hambali, tidak boleh dijatuhi hukuman mati, karena tidak sepadan.
e. 'Urf.
’Urf biasanya diartikan dengan kebiasaan, apakah kebiasaan itu baik atau buruk. Sebenarnya penggunaan 'Urf berkaitan erat dengan masalah mursalah, hanya saja hukum-hukum yang diterangkan dapat berubah-ubah menurut suatu daerah.
3. Perubahan Pemahaman
Perbedaan Pemahaman ini misalnya:
a. Dalam hal-hal yang kembali kepada lafadh.
Lafadh mufrad, kadang-kadang mempunyai lebih dari satu arti (Musytarak). Contoh yang populer dalam masalah ini adalah kata ”quru" dalam firman Allah:
Penyesuaian dan Pembinaan Pendapat yang Berbeda
Di dalam kamus bahasa Indonesia (W .] ..S Poerwaedarminta) disebutkan, "sesua1"berart1"'kenabenaf atau "cocok" (keadaannya, ukurannya, rupanya dan sebagainya seperti sepatu dengan kaki, baju dengan badan, anak kunci dengan
kunci, perhiasan dengan yang dihiasi) Misalnya, kakinya lecet, karena memakai sepatu yang tidak sesuai
Selain itu "sesuai" berarti pula, "berpatutan (dengan)",
"bersamaan (dengan)", misalnya: mereka itu akan diberi pe-'
kerjaan yang sesuai dengan kecakapan masing-masing.
Demikian juga sesuai, berarh" 'sepadan", "selaras",mi
salnya: ia merasa bahwa gajinya belum sesuai dengan kedu
dukannya. Hasilnya tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dipergunakannya.
Kemudian "sesuai" berarti juga "semupaka ', "setuju", misalnya: rundingan antara majikan dan wakil buruh sudah sesuai. Pendapat mereka sesuai dengan pikiran saya.
Lebihlanjut kitalihat, sesuaiberarti pula, "sama (dengan)", tidak "tidakbersalahan (bertentanganY', misalnya: olehhakim
dijatuhkanhukmnanlimatahun penjara sesuai dengan tuntutan jaksa.
SetemSnya "sesuai" berarti, “serasi", "baikbenaf (untuky, rrdsalnya bermacam-macam obat telah dimirkurnnya. tetap! tak ada yang sesuai.
Apabila sesuai ditambah dengan aw alan "me' dan akhiran 'kan", yaitu menyesuaikan artinya mencocokkan. meniadikan sesuai (dalam berbagai-bagai arti seperti menyelaraskan, menyepadankan, mengakurkan, menyamakan).
Dengan demikian, penyesuaian adalah perbuatan (hal, :ara dan sebagainya) menyesuaikan. Setelah kita memper' hatikan pengertian-pengertian di atas dalamkaitannya dengan pembahasan topik ini, maka pengertiannya yang tepat setelah diberi awalan ”me" dan akhiran ”kan" adalah, mencocokkan dan menjadikansesuai dalamberbagai-bagaiartisepertimenyelaraskan dan mengakurkan pendapat yang berbeda .
Sekiranya ldta artikan penyesuaian dengan menyamakan dan menyepadankan, berarti perbedaan pendapat itu tidak ada. Sedangkan kenyataannya perbedaan pendapat itu me
mang dan jelas ada.
Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, sebab-sebab terjadi perbedaan pendapat itu dan hal ini tidak dapat dimungkiri.
Persoalansekarang,bagaimanacaranya,supayaperbedaan pendapat yang berkembang dalam berbagai mazhab dan masyarakattidakmenja '"pertentanganpendapat".Halinilah yang menjadibencanaselamaini,karenabilaterjadiperbedaan pendapat, terus menjurus kepada pertentangan pendapat dan berakhir dengan permusuhan.
Padahal yang dipersoalkanbukan masalah pokok (ushul), tetapi masalah furu' (cabang) yang lebih banyak mempersoalkan, yang afdhal dan lebih afdhal, yang baik dan yang lebih baik.