Kamis, 24 Mei 2018

Pengertian ekonomi islam

Berikut ini 10 Pengertian ekonomi islam menurut para ahli antara lain:
  1. merupakan ekonomi yang berdasarkan pada ketuhanan. Esensi sistem ekonomi ini bertitik tolak dari Allah, tujuan akhirnya kepada Allah, dan memanfaatkan sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah.
  2. Umer Chapra. Menurutnya, ekonomi islam merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang membantu manusia dalam mewujudkan kesejahteraannya melalui alokasi dan distribusi berbagai sumber daya langka sesuai dengan tujuan yang ditetapkan berdasarkan syariah (al–‘iqtisad al–syariah) tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta ikatan moral yang terjalin di masyarakat.
  3. Muh. Nejatullah ash-Shiddiqi. Pengertian ekonomi islam adalah tanggapan atau respon para pemikir muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam hal ini mereka dituntun oleh Al-Qur’an dan sunnah serta akal (pengalaman dan ijtihad).
  4. M.M. Metwally. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al Qur’an, Hadis, Ijma dan Qiyas.
  5. Ziauddin Ahmad. Ekonom yang berasal dari Pakistan ini merumuskan pengertian ekonomi islam merupakan upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa sesuai petunjuk Allah SWT untuk memperoleh ridha-Nya.
  6. M. Syauqi Al-Faujani. Ekonomi Islam merupakan segala aktivitas perekonomian beserta aturan-aturannya yang didasarkan kepada pokok-pokok ajaran Islam tentang ekonomi.
  7. S.M. Hasanuzzaman. Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”
  8. Muh. Abdul Mannan. Ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.”
  9. Khursid Ahmad. Ilmu ekonomi Islam merupakan suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam.”
  10. M. Akram Khan. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.”

10 Pengertian hukum menurut para ahli

Berikut ini adalah 10 Pengertian hukum menurut para ahli yang dapat dilihat dibawah ini :
  1. Prof. Mr. E.M. Meyers.Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya. 
  2. Leon Duguit.Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya. 
  3. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woejono Sastropranoto, S.H. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya mengakibatkan diambilnya tindakan, yaitu hukum tertentu. 
  4. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
  5. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
  6. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
  7. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
  8. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
  9. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
  10. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

15 manfaat mempelajari Al quran

Berikut ini ada 15 manfaat mempelajari, membaca dan mengamalkan Al Quran, diantaranya adalah :
1. Dari tiap ayat Al Quran yang dibaca mengandung 10 kebaikan di dalamnya
2. Al Quran sebagai pedoman hidup manusia untuk menuntun kepada jalan kebaikan, kebenaran dan keselamatan
3. Al Quran sebagai penyejuk hati bagi siapa saja yang membacanya
4. Al Quran mampu memotivasi diri dan pemberi semangat
5. Al Quran sebagai sebuah peringatan besar dan teguran akan sifat dan perilaku manusia
6. Al Quran sebagai pelebur segala emosi dan amarah yang mampu mendamaikan dan memberi ketenangan yang tidak dapat dilukiskan atau digambarkan seperti halnya yang terjadi pada Sayyid Quthb Rahimakumullah
7. Al Quran sebagai sarana komunikasi diri dengan Allah SWT
8. Al Quran sebagai pengingat akan kebesaran Allah SWT
9. Dalam sebuah janjiNya, Allah SWT berjanji akan memberikan segala kebutuhan dan mencukupi segala kehidupan manusia di dunia dan di akhirat serta mengangkat derajat manusia meski di dunia hidup penuh dengan segala kekurangan
10. Al Quran akan menjadi pelindung diri bagi siapa saja yang membacanya dari tiap ayat yang dibacanya
11. Al Quran bagi siapa saja yang memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari akan semakin bertambah ilmunya
12. Siapa saja yang mempelajari dan memahami Al Quran bagaikan menyelami luasnya samudera kehidupan dan menikmati anugerah kehidupan yang dirasakannya serta mengambil segala hikmah dan manfaat dari Al Quran
13. Seseorang yang rajin membaca Al Quran memiliki jiwa yang sejuk, penuh dengan kesabaran, hati yang jernih, jiwa dan pikiran yang lapang, dan wajah yang bercahaya
14. Menjadikan seorang yang kreatif, penuh motivasi dan inovatif
15. Membuat manusia semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta Dunia dengan segala isinya

Pengertian takwil

A. Takwil
Menurut lughat takwil adalah menerangkan dan menjelaskan. Adapun pengertian takwil menurut para ulama yaitu sebagai berikut:
  1. Menurut  Al-Jurzani takwil adalah memalingkan satu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
  2. Menuurut ulama khalaf takwil adalah mengalihkan suatu lafazh dari makna yang rajih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
  3. Menurut sebagian ulama lain takwil ialah menerangkan salah satu makna yang dapat diterima oleh lafazh.

Rabu, 23 Mei 2018

Zakat emas dan perak

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat masdar dari zakaa, yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut bahasa, zakat adalah berkembang dan suci, yang maksudnya membersihkan jiwa atau mengembangkan keutamaan-keutamaan jiwa dan menyucikannya dari dosa-dosa dengan menginfakkan harta di jalan allah dan menyucikannya dari sifat kikir, bakhil, dengki, dan lain-lain. Menurut syara’, zakat adalah memberikan (menyerahkan) sebagian harta tertentu untuk orang tertentu yang telah ditentukan syara’ dengan niat karena allah.
Secara umum, zakat terbagi pada dua bagian, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim mukallaf untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa yang menjadi tanggungannya. Jumlahnya sebanyak satu sha’ (2,5 Kg) per jiwa, yang didistribusikan pada tanggal 1 Syawal setelah shalat subuh sebelum shalat idul fitri.
Zakat mal adalah zakat yag berhubungan dengan harta benda yang telah menjadi milik seseorang atau dengan cara syirkah. Dengan tujuan untuk membersihkan atau mensucikan harta yang dimiliki. Zakat mal terdiri atas beberapa macam, yaitu zakat emas perak dan uang, zakat zara’ah (hasil bumi), zakat ma’adin (barang tambang), zakat rikaz (harta temuan), zakat tijarah (perdagangan).
Dalam pelaksanaannya masih banyak di jumpai orang - orang islam yang belum membayar zakat. Apalagi mereka yang bisa dibilang kaya harta sehingga mereka mempunyai banyak uang, emas dan perak. Ada banyak faktor dan alasan yang mereka gunakan untuk tidak membayar zakat, diantaranya: meraka tidak tahu cara pembayaran dan harus mengeluarkan zakat berapa serta tidak mengerti mau mengeluarkan zakatnya. Dalam menghadapi permasalahan zakat ini, agama islam telah bersikap sangat tegas dalam menghadapi persoalan ini.
Dari sekilas penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran dari zakat sangat penting agar berlansungnya kehidupan bermasyarakat dan seolah-olah bisa mengambil ahli peran dari sebuah Negara yang mana salah satu perannya adalah memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya.

Rumusan masalah
Apa zakat emas dan perak?
Apa saja syarat-syarat yang menentukannya?
Apa Dasar hukum zakat emas dan perak?
Berapa Nisab emas dan kadar zakatnya ?
Berapa nisab perak dan kadar zakatnya ?
Apakah perhiasan termasuk barang yang harus dizakati?
Bagaimana Perhitungan zakat emas,perak dan perhiasan?

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar kita dapat mengetahui apa sebenarnya nuqud atau zakat emas dan perak  , bagaimana hukumnya dalam islam mengenai zakat emas dan perak, apa sajakah syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam mengeluarkan zakat nuqud,berapa nisab emas dan perak serta kadar zakat yang harus dibayar kepada lembaga yang berwenang tentang hal ini, kita dapat mengetahui bahwa perhiasan juga harus dizakati ketika sudah mencapai nisabnya, serta ada hitungan yang harus kita ketahui agar kita tahu berapa zakat yang harus kita bayar.

BAB II
PEMBAHASAN

Zakat Emas Dan Perak
Emas dan perak wajib dizakati didasarkan pada ayat 34 dari surat Al-Taubah dan hadist nabi.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkanya di jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka siksa yang pedih”.
Selain itu ulama juga mengemukakan Qiyas bahwa emas da perak itu selalu disiapkan untuk pengembangan, sama halnya denga ternak yang digembalakan, maka wajib dizakati. Benda-benda yang lainnya, seperti permata dan lainya, tidak wajib dizakati, sebab biasanya disiapkan untk dipakai saja, sama dengan hewan yang digunakan untuk tenaga kerja. Sebagai halnya zakat ternak, orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak harus memenuhi persyaratan, yaitu islam, merdeka, milik sempurna, nisab dan haul.
Menurut Syafi’i, bila seseorang memiliki emas dan perak, masing –masing dalam jumlah yang tidak mencapai nisab, ia tidak dikenakan zakat walaupun jumlah kebuanya mencapai nisab. Alasanya, zakat emas dan perak berdiri sendiri karena keduanya tidak sejenis, sama dengan orang yang memiliki dua jenis hewan, misalnya lembu dan kambing, yang masing-masing tidak cukup senisab. Namun menurut Abu Hanifah dan Malik, emas dan perak harus digabungkan dalam perhitungan nisab. Jika jumlah gabungan nya telah mencapai senisab, maka ajib dizakati. Alasanya,  keduanya dizakati bukan karena zakatnya, melainkan karena fungsinya sebagai alat pembayara dan modal.
Ketentuan zakat emas dan perak ini tidak membedakan antara emas yang telah ditempa dengan yang belum ditempa, keduanya dikenakan zakat karena kedua jenis emas ini dimiliki sebagai modal yang siap untuk dikembangakan.

Dasar Hukum Mengeluarkan Zakat Emas Dan Perak
Emas dan perak mencakup segala sesuatu yang terbuat dari keduanya, seperti uang logam, perhiasan , lempengan-lempengan dari keduanya, dan sejenisnya. Emas dan perak disebut juga dengan mata uang, karena kedua jenis logam inilah yang menjadi standart  uang internasional terutama emas. Kewajiban zakat atas emas dan perak ini ditegaskan dalam Al-Quran, dan As-Sunnah.
Dasar Hukum Dari Al-Qur’an
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ۝ يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَـذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ


Artinya :
“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya, (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. at-Taubah/9:34-35)
Dasar Hukum Dari As-Sunnah
Dalam salah satu hadis diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِىَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيُرَى سَبِيلُهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
Artinya :
“Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (emas dan perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (emas dan perak, pent) dijadikan lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka”. (HR Muslim)
Ketetapan diperkuat dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dan Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra pada Bab Zakat, dari Ali dari Nabi; beliau bersabda: “jika kau memiliki 200 dirham dan telah mencapai satu tahun, maka keluarkan lima dirham sebagai zakatnya. Dan kau tidak berkewajiban (zakat) apap-apa dalam kepemilikan emas hingga kau miliki 20 dinar. Jika sudah kau miliki 20 dinar dan telah mencapai satu tahun , maka keluarkan setengah dinar sebagai zakatnya.”

Syarat – Syarat Harta Yang Dizakati
Milik Penuh
Istilah "milik penuh" maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya.  Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya. Konsekwensi dari syarat ini tidak wajib zakat bagi : Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu,Tanah waqaf dan sejenisnya,Harta haram.  Karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang, Harta pinjama, Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun).  Harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yad, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.
Cukup Senisab
Disyaratkannya nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan.  Tidaklah mungkin syariat membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tersebut.
Bebas Dari Hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat haruslah lebih dari kebutuhan primer, dan cukup pula senisab yang sudah bebas dari hutang.  Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidaklah wajib.
Berlaku Setahun
Maksudnya bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah.  dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).
Harus berupa emas murni atau perak murni (24K/99%), bukan campuran.
Jika campuran, walaupun mencapai nishob, maka tidak ada kewajiban zakatnya, sebab berat aslinya kurang dari itu.

Nisab Emas Dan Kadar Zakatnya
Apabila seseorang telah memiliki emas sejumlah senisab dan telah cukup setahun dimiliki, wajilah atasnya mengeluarkan zakatnya. Jika tidak sampai senishab, tidak waib zakat padanya, terkecuali jika emas yang tidak sampai senishab itu diperniagakan dan ada padanya perak yang menyampaikan nishabnya ataupun ada padanya barang yang lain, maka wajiblah zakat padanya atas nama perniagaan.
Kata Ibnul Mundzir: “Telah ijma’ segala ahli ilmu, bahwa emas apabila ada 20 misqal, harganya 200 dirham, wajiblah zakat padanya. Tegasnya, nishab emas, ialah: dua puluh misqal”.
Kata kebanyakan fuquha: “Nisab emas 20 misqal dengan tidak dilihat kepada jumlah harganya”.
Demikian pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’I dan Ahmad.
Kata setengah ulama: (diantara Al-Hasan Al-Bishry dan kebanyakan sahabat Daud ibn A’li): “Nisab emas, 40 misqal”.
Kata Malik dalam Al Muwaththa’: “Sunnah yang tak ada perselisihan pada sisi kami ialah: Zakat emas itu wajib pada 20 dinar, sebagainama wajib pada 200 dirham.
Kata An-Nawawi: “Tak ada hadist yang shahih yang menerangkan nisab emas. Hadist yang menyatakan, bahwa nisabnya 20 misqal dla’if. Dari pada itu telah ijma’ para ulama atas demikian”.
Perkataan An-Nawawi: “Hadist-hadist yang mengatakan, bahwa nisab emas 20 misqal, dla’if”, tertolak; karena hadist yang diriwayatkan Jarir ibn Hazim dari ‘Ali yang menegaskan nisab emas 20 misqal, menurut pendapat Ibnu Hazam, suatu hadist yang musnad shahih.
Diberitahukan oleh Ibnu Hazam dari Jarir Ibn Hazim dari ‘Ali bahwa nabi saw bersabda:
“Tiada atas engkau sesuatu sehingga ada emas itu, 20 dinar. Apabila ada pada engkau 20 dinar itu telah sampai setahun engkau miliki, maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih dari padanya menurut perhitungannya”.
Maka dengan hadist jarir ini, nyatalah bahwa: nisab emas, 20 misqal = 20 dinar. Dan dari hadist yang tersebut pula, kita ketahui bahwa kadar zakat emas itu ialah: rubu’ usyur”, atau seperempat puluh  = dua setengah persen ( 21/2% ).

Nisab Perak Dan Kadar Zakatnya
Dan tiada wajib zakat pada perak hingga ada sejumlah lima auqiyah. Satu auqiyah = 40 dirham. Tegasnya, hingga ada sejumlah 200 dirham. Mufakat segenap ulama dalam menetapkan nisab perak ini. Diriwayatkan oleh Bukhari Abu Sa’id dari Nabi saw sabdanya:
“Tak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 auqiyah”.
Dan jumlah zakatnya, dua setengah persen (rubu’ usyur, atau 5 dirham).
Kata Ibnu Hazem: Tak ada zakat pada perak, baik ini masih terurai, maupun ia sudah ditempa, hingga cukup 5 auqiyah tidak dicapurinya oleh susuatu. Bila sampai setahun lamanya sedemikian maka padanya 5 dirham. Apabila lebih atas demikian dan cukup setahun, maka pada yang lebih banyak atau sedikit rubu’ usyurnya. Bila kurang dari 5 auqiyah, walau sedikit saja, tak ada zakat padanya.
Demikian pendapat Umar Al-Hasan Al-Bishry, Asy Sya’by, Sufyan, Abu Sulaiman dan Asy-Syafi’i. Kata Malik: “Kalau kurang itu, sedikit benar yang dapat dimanfaatkan dalam tibangan, wajib pada zakat”.
Dirham dan dinar yang dimaksudkan dalam hadist tersebut ialah: satuan mata uang perak dan emas, yang merupakan standrat  zakat  perak dan emas di dalam syari’at islam. Pengertian dinar ini, disebut  juga dengan mitskal. Jadi 20 dinar, sama dengan 20 mitskal, dan istilah mitskal inilah yang sering kita jumpai di dalam kitab-kitab Fiqih mengenai zakat emas.

Zakat Emas Dan Perak Yang Menjadi Perhiasan
       Para ulama berbeda pendapat tentang wajib tidaknya zakat terhadap perhiasan yang terbuat dari emas dan perak yang biasa dipakai oleh perempuan. Jika perhiasan emas dan perak itu sudah mencapai nishab dan haul, mayoritas ulama bersepakat akan kewajiban zakat. Namun, jika perhiasan emas dan perak itu tidak mencapai nishab, ada ulama yang tidak mewajibkan mengeluarkan zakat dan ada pula yang mewajibkannya. Perbedaan pendapat itu terjadi dikalangan para shahabat, para tabi’in dan fuqaha. (Dr.H. Ahmad Hasan Ridwan, M.Ag. hlm:164 )
       Sebuah hadist diriwayatkan oleh Abu dawud dari amr bin Ash:.
       “Hadits dari Amr bin ‘Ash, bahwa seorang perempuan mendatangi Rasulullah SAW bersama anak perempuannya, dan di tangan anak perempuan itu terdapat dua buah gelang emas yang berat. Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Apakah telah ditunaikan zakat (benda) ini? Perempuan itu menjawab: Tidak! Lalu Nabi bersabda: “Apakah kamu gembira jika Allah menggelangi kamu di hari kiamat dengan gelang neraka? Kemudian perempuan itu mencopot kedua gelang tersebut dan menyerahkannya kepada Nabi SAW. Lalu ia berkata, kedua gelang ini milik allah dan rasul-Nya” (H.R. Abu Dawud)
Sebuah hadits diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ad Daruquthni:
"Aku masuk ke rumah Aisyah Ummul mu'miniin Beliau berkata: Rasulullah masuk ke rumahku, beliau melihat di tangan ku ada cincin dari perak, beliau bersabda: Apakah engkau keluarkan zakatnya? Aku menjawab, tidak!, atau Maa Syaa Allah Ta'ala. Nabi SAW bersabda: Dia menjadi sebab engkau masuk neraka." (H.R. Abu Daud dan Ad-Daruquthni)
Dari keterangan-keterangan di atas,  bahwa setiap perhiasan yang dimiliki oleh seseorang, wajib dikeluarkan zakatnya, ketika telah mencapai nishob dan haulnya. Jadi, setiap orang yang membeli perhiasan dari emas atau perak wajib mengeluarkan zakatnya 2,5% sebelum dipakai.

Perhitungan Zakat Emas Dan Perak
Ketika Seseorang membayar zakat emas dan perak dengan uang yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu. Sehingga yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menanyakan harga beli emas atau perak per gram saat dikeluarkannya zakat. Jika ternyata telah mencapai nishob dan haul, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% (1/40) dari berat emas atau perak yang dimiliki dan disetarakan dalam mata uang di negeri tersebut.
    Nishab emas 20 dinar, 1 dinar = 4,25 gram, maka nishab emas adalah 20 X 4,25 gram = 85 gram.
    Nishab Perak adalah 200 dirham, 1 dirham = 2,975 gram, maka nishab perak adalah 200 X 2,975 gram = 595 gram.
    Demikian juga macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun bentuk lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak. Artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena kewajiban zakat (2.5%).
Contoh menghitung zakat emas:
          Seorang ibu memiliki emas 200 gram. Zakat yang harus dikeluarkannya adalah sebagai berikut:
2,5% x 200 gram = 5 gram
Asumsi harga 1 gram emas = Rp.550.000,-
Jadi zakatnya; 5 x Rp.550.000,- = Rp.2.750.000.000,-
Zakat tersebut dikeluarkan satu tahun sekali selama emas itu masih disimpan dan menjadi milik ibu tersebut.


Contoh menghitung zakat perak:
          Harta yang dimiliki adalah 700 gram perak murni dan telah berputar selama setahun. Berarti dikenai wajib zakat karena telah melebihi nishob.
Zakat yang dikeluarkan (dengan perak) = 2,5 x 700 gram perak = 17,5 gram.
Zakat yang dikeluarkan (dengan uang) = 17,5 gram x Rp.25.000, =Rp.437.500,

Harta Yang Kurang Dan Lebih Dalam Nisab
Sebagaimana kita ketahui, emas yang berjumlah 20 dinar (mitsqal) yang harganya sama dengan 200 dirham, wajib dikeluarkan zakatnya. Ini menurut kesepakatan ulama. Adapun jika emas itu kurang dari 2 mitsqal, zakatnya tidak wajib dikeluarkan kecuali jika emas itu digenapkan dengan perak atau barang dagangan.
Para ulama sepakat bahwa jika emas kurang dari 20 mitsqal dan tidak mencapai harga 200 dirham, zakatnya tidak wajib dikeluarkan karena emas tersebut tidak mencapai nisab. Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa nisab emas adalah 20 mitsqal. Emas sejumlah itu tidak bisa dihargai atau disetarakan dengan perak.
Adapun harta yang lebih dari nisab, menurut Abu Hanifah, kelebihannya tidak wajib dizakati kecuali jika kelebihannya mencapai 40 dirham (ini untuk perak). Dengan demikian, setiap kelebihan 40 dirham, zakat yang dikeluarkan darinya adalah 1 dirham. Untuk selanjutnya, pada setiap 40 dirham, zakat yang dikeluarkan adalah 1 dinar. Jumlah emas antara 40 dirham pertama dan 40 dirham yang kedua tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Begitu juga, kelebihan emas dari nisabnya tidak ada kewajiban zakat didalamnya kecuali kelebihan tersebut mencapai 4 dinar. Inilah pendapat yang sahih dalam mazhab Hanafi.
Dua orang sahabat Abu Hanifah (al-shahibani) dan jumhur fuquha berpendapat bahwa harta yang lebih dari 200 dirham (perak), zakatnya sesuai dengan hitungannya (maksudnya, zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 %, penerj.) kendatipun kelebihan itu sedikit.

BAB III
KESIMPULAN

Secara umum, zakat terbagi pada dua bagian, yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan satu kali dalam setahun oleh setiap muslim mukallaf untuk dirinya sendiri dan untuk setiap jiwa yang menjadi tanggungannya. Jumlahnya sebanyak satu sha’ (2,5 Kg) per jiwa, yang didistribusikan pada tanggal 1 Syawal setelah shalat subuh sebelum shalat idul fitri. Zakat mal adalah zakat yag berhubungan dengan harta benda yang telah menjadi milik seseorang atau dengan cara syirkah. Dengan tujuan untuk membersihkan atau mensucikan harta yang dimiliki. Zakat mal terdiri atas beberapa macam, yaitu zakat emas perak dan uang, zakat zara’ah (hasil bumi), zakat ma’adin (barang tambang), zakat rikaz (harta temuan), zakat tijarah (perdagangan).
bila seseorang memiliki emas dan perak, masing –masing dalam jumlah yang tidak mencapai nisab, ia tidak dikenakan zakat walaupun jumlah kebuanya mencapai nisab. Alasanya, zakat emas dan perak berdiri sendiri karena keduanya tidak sejenis, sama dengan orang yang memiliki dua jenis hewan, misalnya lembu dan kambing, yang masing-masing tidak cukup senisab. Namun menurut Abu Hanifah dan Malik, emas dan perak harus digabungkan dalam perhitungan nisab. Jika jumlah gabungan nya telah mencapai senisab, maka ajib dizakati. Alasanya,  keduanya dizakati bukan karena zakatnya, melainkan karena fungsinya sebagai alat pembayara dan modal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul aziz muhammad azzam,fiqih ibadah,jakarta:amzah,2015.
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, N.V. Bulan Bintang-Jakarta ,1981
Sulaiman rasjid,fiqih islam,bandung: PT sinar baru algesindo,2006.
Supiana, Materi Pendidikan Agaama Islam, PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat:Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008.z

Politik hukum

Nama :Widiya Kusumaningrum
Npm :1602090062
Prody :HESY A
UTS POLITIK HUKUM
Dasar hukum
Dasar hukum mengenai pemilihan umum dan komisi pemilihan umum yamg tertera pada UU No. 7 Tahun 2017 dan UU No.10 Tahun 2006.

Dalam UU No. 7 Tahun 2017 pasal 1 ayat 1 berbunyi :
“pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, anggota dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden, dan untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Dalam UU No. 7 Tahun 2017 pasal 1 ayat 7 berbunyi :
“penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilu, dan dewan kehormatan sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, anggota dewan perwakilan daerah, Presiden dan wakil presiden, dan untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat daerah secara langsung oleh rakyat.”
Dalam UU No. 7 Tahun 2017 pasal 1 ayat 8 berbunyi :
“Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat KPU adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu.”
Kesiapan KPU
Dalam hal Pemilu(Pemilihan Umum) KPU siap dalam melayani semua anggota yang akan mencalonkan dirinyasebagai Calon Gubernur dan Calon Bupati. Pencalonan Gubernur atau Bupati haruslah memenuhi Syarat-syarat sebagai berikut:
Haruslah mendaftarkan dirinya ke KPU tingkat Nasional atau RI, dan harus tercatat dalam Menkum dan HAM.
Lalu melakukan verifikasi data di tingkat kabupaten atau kota.
Yang di verifikasi adalah:
Kesesuian jumlah anggota, misalnya jika jumlah anggota masyarakat dalam suatu kabupaten atau kota tertentu berjumlah 200 orang, maka minimal dari tingkat kabupaten diambil 10% nya, yaitu kurang lebih berjumlah 200 orang.
Lalu kebenaran status anggota.
Dan data tersebut harus ada ditingkat:
100% di tingkat provinsi.
75% di tingkat kota atau kabupaten.
50% di tingkat kecamatan.
35% keterwakilan dari perempuan.
Lalu untuk memfasilitasi masyarakat yang akan memilih, anggota KPU melayani beberapa hal salah satunya anggota KPU akan menyediakan TPS di Wilayah Rumah Sakit yang itu akan memudahkan warga yang sedang sakit untuk menentukan hak pilihnya. Kemudian untuk masyarakat yang difabel atau buta akan disediakan huruf bril yang itu akan sangat membantu dalam menentukan pilihannya. Dari segi keamanan, akan ada polisi ataunpenjaga yang akan mengawasi, lalu ada pengawas pemilu serta panitia penghitung surat suara dan saksi yang semua itu sudah diatur oleh anggota KPU.




Pemilihan Online
Pemilihan online adalah pemilihan yang berbasis media elektronikk seperti Hp,Laptop,Komputer. Pemilihan secara online ini ada dampak positif dan negatifnya. Jika dilihat dari aspek orang intelektual atau berpendidikan dan masyarakat perkotaan yang sudah berkembang, mungkin ini sangatlah efektif karena itu akan memudahkan mereka untuk menghemat waktu dan menghemat biaya, ini merupakan dampak positifnya.
Jika dilihat dari aspek masyarakat yang ada diperdesaan atau dalam masa berkembang dan masyarakat yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan, pemilihan dengan cara seperti ini di rasa akan membebani dan mempersulit mereka. Karna di Indonesia angka buta huruf masih sangatlah tinggi, itu disebabkan karena fasilitas yang kurang memadai di daerah perdesaan atau daerah terpencil.
Adapun dampak negatif yang lain jika pemilihan online itu akan meningkatkan angka kecurangan dan ada money politik didalamnya, dan juga akan berdampak Golput bagi masyarakat yang kurang pengetahuan tentang pemilihan online. Itu juga akan memicu angka pembajakkan akun yang hak suaranya itu bukan lagi dari hati nuraninya. Selain itu jika pemilihan online dilakukan serentak di seluruh Indonesia, maka jaringan atau server akan mudah terganggu dengan banyaknya orang yang mengakses pemilihan tersebut.
Jika dilakukan secara online, maka haruslah dibarengi dengan edukasi dan sosialisasi yang mendalam untuk seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat perdesaan yang di daerah terpencil. Itulah dampak positif dan dampak negatif jika pemilihan dilakukan secara online.

Perbandingan mazhab

Mazhab juga berarti Pendirian.

Menurut istilah para fakih mazhab mempunyai dua pengertian, yaitu:

1. Pendapat salah seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu masalah.

2. Kaidah-kaidah istimbath yang dirumuskan oleh seorang Imam Mujtahid.

Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa pengertian mazhab adalah: Hasil ijtihad seorang imam (Mujtahid

Mutlak Mustaqil) tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbath.

Dengandenulqan,pengert1anbermazhabadalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istimbathnya.
)

Di kalangan umat Islam ada empat mazhab yang paling terkenal, yaitu Mazhab Hanafi (80 150 H), Mazhab Maliki (93 , 179 H), Mazhab SyaH'i (150-204 H), danMazhab Hanbali (164 , 241 H).

Selain empatMazhab tersebut, masihbanyak mazhab lain seperti: Hasan Bashri, Ais-Tsaury, Daud Azh-Zhahiri, lbnu Abi Laila, Al-Auza'iy, Al-Laitsi, lbnu Hazm, AT-Thabary, Syi'ah Imamiyah dan Syi'ah Zaidiyah

Kalati kita perhatikan, dalam menetapkan suatu hukum, adakalanya terdapat perbedaan pendapat di antara Imam Mazhab itu, walaupun sama-sama merujuk kepada Al-Qur' an dan Sunnah Rasulullah, disamping sumber hukum lainnya. baik yang muttafaq alaih maupun yang mukhtalaf fiih.

Jalan pikiran para Imam Mujtahid inilah yang perlu kita lihat dan telaah dan kemudian membanding-bandingnya. Lebih baik lagi, apabila kita mengetahui latar belakang atau:“ pun dasar seorang mujtahid menetapkan suatuhukum. Mung

kin karena dipengaruhi oleh lingkungan atau masa, di samping sumber hukum yang dipergunakan. Sebagai contoh, mengapa ada qaul Qadim dan qaul Jadid dalam mazhab Syafi'i, sewaktu beliau diBagdad,berbedajalan pikirannya dengan di Mesir.

Menurut hemat penulis perubahan penetapan hukum yang dilakukan oleh Imam Syafi'i karena dua hal:

1. Imam Syafi'i menemukan dan berpendapat, bahwa ada dalil yang dipandang lebih kuat sewaktu beliau sudah bermukim di Mesir, atau dengan kata lain, beliau meralat pendapat lama (qadim). 2. Beliau mempertimbangkankeadaansetempat,situasidan kondisi. Faktoryangkeduainilahbarangkalijangkauannya lebih luas, namun tetap terbatas, karena walaupun bagai
mana beliau tetap lebih berhati-hati dalam menetapkan suatu hukum. Kita ketahui, beliau menyatakan ketidak.setujuannya suatu hukumditetapkanberdasarkan istihsan (Imam Hanafi). .

* Ada suatu hal yang patut kita renungkan mengenai sikap Imam Syafi’i. Ketika beliau pergi ke Bagdad setelah bermukim di Mesir, beliau mendapat sambutan yang hangat dari pengikut-pengikutnya dan ketika itu diminta untuk menjadi imam shalat subuh. Pada saat itu beliau tidak membaca qunut. Ketika Pengikut beliau mempertanyakan, (Syafi'i biasanya membaca qunut dan hukumnya sunat), beliau lalu menjawab Taadd uban, (demi sopan santun), karena makmum di Bagdad, pada umumnya tidak membaca qunut pada 'shalat subuh (Hana

ayah)

Di sini kita lihat, seorang mujtahid mengenyampingkan pendapatnya untuk menjaga perasaan orang banyak. Tetapi hendaknya diingat, bahwa sikap yang demikian dapat ditiru dan diteladani dalam masalah furu', bukan masalah pokok.

Contoh lain kita lihat di Indonesia ini, bahwa Buya Hamka pemah shalat subuh di Masjid Raya Jember Jawa Timur. Beliau ketika itu menjadi imam dan membaca qunut. Setelah selesai shalat ada yang bertanya, mengapa beliau itu membaca qunut,

padahal biasanya tidak.

Apa jawab beliau: Kalau saya membaca qunut, shalat saya sah dan tidakbatal. Tetapi bila tidak membaca qunut, dikuatirkan makmum, mengulang shalatnya lagi, karena dipandangnya 'shalatnya tidaksempurna. Pada umumnya di sana jamaah menganut mazhab Syafi'i.

Kemudian kita lihat lagi contoh lain, mengenai ibadah haji. Menurut Syafi'iwudlu' menjadibatal, bila bersentuhan laki-laki dan wanita, sedangkan menurut Hanafi tidak. Dalam menjalankan tawaf, hal semacam ini sukar dihindari, karena orang
berdesak-desakan. Apakah tidak sebailqiya, dalam persoalan seperti ini, kita mengikuti pendapat Hanah? Imam Syafi ! pun sebenarnya membolehkan dalam keadaan darurat

Hasilnya tetap sama-sama boleh tetapi alasannva yang berbeda. Imam Hanafi berpendapat bahwa, pada dasarnya memang boleh bersentuhan kulit laki-laki dengan wanita, bukan karena alasan darurat. Sedangkan Imam Syafi'i pim menganggap boleh, karena alasan darurat. Akhirnya pengikut Syafi'i (Syafi'iyah), tetap fanatik kepada pendapat imamnya, tidak mau melihat pendapat mujtahid lain,

Pada masa Rasulullah dan sahabat, kita dapat melihat contoh seperti masalah Talak Tiga. Pada masa Rasulullah, sekiranya ada orang yang menjatuhkan talak tiga sekaligus, dihitung jatuh talak satu dan boleh ruju' lagi. Pada saat meng' ucapkan talak itu mungkin kemarahan suami terlalu memuncak, tanpa memikirkan akibatnya, yaitu tidak boleh ruju' lagi.

Kemudian pada masa khalifah 'Umar bin Khatab, orang yang menjatuhkan talak tiga sekaligus, maka jatuh talak tiga (talak baain), dan tidak boleh ruju' lagi.

Mengapaberbeda sekali ketentuanhukumnya? Pada masa 'Umar orang terlalu mudah dan menganggap enteng, sehingga seenaknya saja orang mengucapkan kata talak Dengan sikap 'Umar yang tegas ini, orang lebih berhati-hati dan tidak mempermainkan talak.

Demikianlah di antara contoh yang dikemukakan di sini dan selanjutnya dapat ditelaah pendapat dari masing-masmg mazhab dan kita pun ( menurut hemat penulis), bebas memilih pendapat yang menurut kita lebih mantap untuk diamalkan, dengan suatu catatan, jangan hendaknya memilih yang

mudah-mudah saja.

Memang untuk membanding-banding dan menentukan pilihan secara tepat, tidak begitu mudah, karena hams ada per

4 Perbandingan Mazhab Fiqh
bendaharaan ilmu dan kemampuan untuk menilai

. Oleh sebab itu, bagi orang awam yang sudah menetapkan pilihannya berdasarkan petunjuk seorang ulama atau gurunya, jangan hendaknya diusik (diganggu) yang mengakibatkan dia beribadat tidak tenang dan malahan akanbertambah bingung.

Dalam masyarakat ada saja kemungkinan seorang da'i, mu'alim atau ustadz yang menyampaikan ajaran agama menurut pahamnya (aliran yang dianutnya) dan menyalahkan paham (aliran) orang lain, terutama masalah furu' (cabang). bukan pokok.

Berbeda tentu, seorang ulama tidak boleh membiarkan paham yang sesat yang mengatasnamakan Islam seperti shalat sehari semalam hanya tiga waktu atau dua waktu saja, atau shalatyangdilakukan selamainibelumsempuma,berdasarkan wangsit yang diterimanya, sebagaimana peristiwa yang meng

hebohkan di Situ Bondo tahun 1996 yang lalu. Lebih lanjut apa sebenarnya yang menjadi tujuan pokok mempelajari Perbandingan Mazhab Fiqh ini?

/ Tujuannya ialah: agar kita dapat memahami dengan baik tentang pendapat-pendapat yang ada dalamberbagai mazhab yang berkembang dalam hukum Islam untuk menumbuhkan sikap menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita dan tidak terlalu fanatik (buta) dalam pendapat atau mazhab yang kita anut.

Di atas sudah dikemukakan, bahwa Imam Syafi'i sangat bijaksana, bila berhadapan dengan masyarakat banyak Disampmgitu perlu kita renungkan,bahwalmam3yafi' 1 pernah berbeda pendapat dengan pendapatnya sendiri (qaul qadim ian qaul jadid). Dengan demikian, dipandang amat wajar, bila eseorang (ulama), berbeda pendapat dengan orang lain.

seorang mujtahid bebas berijtihad, asal saja tidak mem. batalkan ijtihad orang lain. Berbeda, sekiranya dia' membatalkan ijtihadnya (meralat pendapat lama) sendiri, seperti ImamSyafi'i.

Jadi, pada suatu ketika Hanafiyah bisa saja berbeda perv dapat dengan Imam Hanafi, Malikiyah dengan Imam Malik; Syafi'iyah dengan Imam Syafi'i dan Hanabilah dengan hnam Hanbali.

Dalam 'arah kita lihat cukup jelas contohnya. Bukankah Imam Syafi'i pernah berguru kepada Imam Malik, dan Daud Zhahirimenganggaplmam Syafi'i sebagai gurunya (walaupun tidak bertatap muka secara langsung), tetapi akhimya mengambil jalan pikiran sendiri (mazhab sendiri).

.Dengan demikian, tidaklah dipandang tabu, bila murid berbeda pendapat dengan gurunya. Selanjutnya bidang bahasan dalam hukum fiqh ini, berkisar sekitar nash-nash yang zhanniyatul dalalah dan masalah-masalah yang belum atau tidak ditemukan hukumnya dalam nash (Al-Qur'an dan

Sunnah).

Sebagai contoh dapat kita lihat mengenai bayi tabung, inseminasi buatan, bedah mayat, pencangkokan organ tubuh, asuransidanmasihbanyakmasalah-masalahlainyangbermunculan dan akan terus bermunculan.

Masalah kontemporer semacam ini, biasanya dibahas dalam bidang studi Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah.
Sebab-sebab Timbul Perbedaan Pendapat

MasalahIGiilafiahmerupakanpersoalanyangterjadidalam

realitas kehidupan manusia. Di antara masalah khilafiah tersebut ada yang menyelesaikannya dengan cara yang sangat Sederhana dan mudah, karena ada saling pengertian berdasarkan akal sehat. Akan tetapi dibalik itu masalah khilatiah dapat menjadi ganjalan untuk menjalin keharmonisan dikalangan ummat Islam karena sikap ta'asubiyah (fanatik) yang berlebihan; tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat dan sebagainya.

Perbedaan pendapat(masalahkhilafiahdalamtiqh) dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian (ijtihad), tid akxperlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kec udhkan hukumlslam,bahkansebaliknyabisamemberikankelenggaran

kepada orangbanyak sebagaimana yang diharapkan Nabi


Hal ini berarti, bahwa orang bebas memilih salah satu pendapat dari pendapat yang banyak itu, dan tidak terpaku hanya kepada satu pendapat saja.

Sebagian orang memang mempertanyakan, bahwa perbedaan pendapat kenyataannya membawa laknat, bukan rahmat. Perbedaan pendapat di kalangan orang awam dan orang yang kurang ilmunya memang demikian. Perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan (cendekiawan), itulah yang membawa rahmat, karena wawasan dan pandangannya luas dan tidak kaku.

A. PENGERTIAN

Secara etimologis fiqhiyah, "ikhtilaf" merupakan term yang diambil dari bahasa Arab yang berarti: berselisih, tidak sepaham, sedangkansecara terminologis fiqhiyah, ikhh'laf adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqh sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.

B. DAERAH TEMPAT TERJADI IKHTILAF (PERBEDAAN PENDAPAT)

Menurut teori hukum Islam yang dibuat ulama pada zaman pertengahan, struktur hukum Islam dibangun atas dasar empat dasar yang disebut sumber-sumber hukum. Keempat sumber itu adalah al-Quran, Sunnah Nabi, lima' dan Qiyas, sebagai dalil-dalil syara' yang sudah disepakati. Sedangkan Istihsan, Mashalihul Mursalah, 'urf, Istishab, Syariat sebelum ummat Islam dan mazhab sahabat dinamakan dalildalil syara' yang tidak disepakati. Malahan ada yang berpendapat bahwa sumber hukum yang disepakati hanya dua saja, yaitu al-Quran dan Sunnah.

Suatu pertanyaan yang patut dikemukakan dalam kaitannya dengan sumber dalil-dalil syara' yang disepakati adalah, apakah pada sumber dalil syara' tersebut ada kemungkinan terjadi ikhtilaf?. Untuk menjawab pertanyaan di atas, akan dicoba dijelaskan mengenai keempat sumber yang dijadikan sebagai sumber dalil syara'.

Nash-nash al-Quran ditinjau dari segi petunjuknya terhadap hukum-hukum terbagi kepada dua kategori: Qath'iyud-dalalah dan Zaanniyud dalalah. Pada ayat-ayat alQuran yang termasuk dalam kategori ayat-ayat qath'iyud dalalah, tidak dapat dita'wilkan dan dipahami dengan arti yang lain kecuali hanya dengan arti yang sesuai dengan nashnash (ayat-ayat) tersebut.

Pada ayat-ayat yang masuk dalam kategori Zhanniy'ud dalalah, arti nash-nash itu masih memungkinkan untuk dita'wil atau dialihkan kepadapengertian yang lain. Dengan demikian. pada kategoriyangkeduainilahterjadi ikhtilafdalamnash-nash al-Quran sebagai sumber rujukan dalam penetapan hukum. Dalam bahasa lain dikatakan, bahwa perbedaan pendapat di kalangan ahli hukum, adalah disebabkan karena perbedaan pendapat di antara para sahabat dalam penafsiran al-Quran yang zhanni'iyud dalalah. Berbeda dengan al-Quran yang seluruhnya qath'yatul wurud, meskipun juga terdapat Zhanniyatul dalalah. Dalam hadits Nabi, dari segi wurudnya ada yang qati'iyul wurud dan ada pula yang zhanni'iyu iwurud disamping ada yang qat'iyud dalalah dan zhanni'iyud dalalah.

Oleh karena itu kemungkinan ada ikhtilaf pada bidang hadits sangat besar. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui ilmu musthalahul hadits, karena dengan ilmu tersebut kebe~ naran dan kesahihan suatu hadits dapat diketahui baik dari segi matan maupun sanad dan perawinya.

Dalam karya-karya fiqh klasik, ijma' telah didefinisikan secara berlainan Seperti, ijma' adalah kesepakatan ummat

Islam dalam persoalan-persoalan keagamaan Definisi yang lain, ijma' adalah konsensus pendapat orang-orang yang berkompetenuntukberijma'dalampersoalan-persoalanagama.

Sedangkan definisi yang ketiga, ijma' adalah kesepakatan bulat dari para ahli hukum zaman tertentu dalam masalah; masalah tertentu. Dari ketiga definisi di atas terjadi keragaman pengertian mengenai ijma' yang berpengaruh kepada konsep ijma' itu, sebagai salah satu sumber ketetapan hukum

Ijma' dalam sejarah Islam yang aktual adalah suatu proses alamiah bagi penyelesaian persoalan melalui pembentukan pendapat mayoritas umat secara bertahap. Setelah Nabi wafat dan wahyu berhenti turun; muncullah kebutuhan untuk menghindari kemungkinan salah dalam ijtihad.

Dalam Islam tidak ada hirarki wewenang secara mutlak Disamping itu setiap Muslim yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan hukum, berhak untuk memikirkan dan menafsirkan ulang hukum itu.

Antara ijma' dengan ijtihad merupakan dua alat yang salingberkaitandalamprosesyangberkesinambungan. Dalam pelaksanaan ijtihad bisa terjadi pendapat seseorang mendapat pengakuanumumyangkemudian terbentukmenjadikekuatan hukum yang bersifat umum pula.

Akan tetapi tetap ada saja celah bagi perbedaan pendapat dan penafsiran ulang mengenai hal-hal yang sudah dicapai sebagai hasil ijtihad-. '

Jadi dalam agama Islam konsep ijma' merupakan proses yang terus berlanjut dan kegiatan yang berkesinambungan serta berubah bersamaan dengan berubahnya keadaan.

Begitu juga mengenai qiyas sebagai sumber hukum terjadi ikhu‘laf PadamasaNabi, kaum musliminjarang menggunakan qiyas dalam melaksanakan suatu perkara hukum. Akan tetapi qiyas banyak berperan pada masa setelah Nabi wafat karena banyak yang muncul masalah memerlukan kepastian hukum. Dari sinilah muncul upaya-upaya pencarian sumber hukum 5eperti ijma' qiyas dan sebagainya.

Mengenai qiyas sebagai sumber hukum terjadi ikhtilaf. Ulama Syi'ah danZhahiri tidakmengakuiqijas sebagai sumber hukum. Alasan ulama Syi'ah, yaitu al-Quran dan Sunnah telah dianggap mencukupi, dan apabila tidak ada kejelasan dalam al-Quran dan Sunnah, maka masalah itu diserahkan kepada Imam sebagai orang yang ma'sum. Sedangkan alasan Zhahiri adalah karena sudah lengkap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-Quran danhadits. Apa yang sebenarnya dikatakan sebagai hasil ijtihad sahabat, itu sebenarnya hanyalah hasil dari pemahaman terhadap al-Quran dan hadits. ,

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah khi

lafiah adalah masalah yang selalu aktual dalam realitas kehidupan manusia, karena ada daya berpikir yang dimiliki, yang

mengakibatkan orangberpikir dinamis pula dalam menetapkan suatu hukum.

Adapun-yang menjadi daerah tempat ikhtilaf dalam garis

besarnya terdapat pada:

1) Ayat-ayat al-Quran yang zhanniyatud dalalahi

2) Hadits-haditsyangzhanniyatud dalalahdanzhanniyatud wurud.

3) Masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash (al-Quran dan Sunnah).
3. POKOK-POKOK SEBAB TERJADI IKHHLAF (PERBEDAAN PENDAPAT)

Ikhtilaf di kalangan umat Islam telah terjadi sejak masa sahabat, ikhtilaf terjadi dimasa sahabatitu adalah karena pel-bedaan paham di antara mereka dan perbedaan nash (Sunnah) yang sampai kepada mereka.

Hal ini terjadi karena pengetahuan mereka dala m masalah hadits tidak sama dan juga karena perbedaan pandangan ten= tang dasar penetapan hukum dan berlainan tempat.

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika Agama lsla m telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat {\abi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke negeri yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah, sukar dilaksanakan.

Sampai saat ini fiqh ikhtilaf tetap berlangsung, mereka tetap berselisih paham dalam masalah turu'iyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash dan menginstimbatkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi antara pihak yang memperluas dar mempersempit, antara yang memperketat dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang cenderung berpegang pada dzahir nash, antara yang mewajibkan berA mazhab dan yang melarangnya.

Perbedaan pendapat di kalanganumat ini, sampai kapan pun dan di tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinarnisan hukum Islam, karena pola pikir manusia terus berkembang.

Menuruthematpenulis,masing-masingpihakhendaknya menyadari, bahwa keikhlasan dan pendapat yang lahir dari akal yang sehat akan menghidupkan daya nalar pemel

pemeluk Agama Islam. Sebaliknya, ketidakikhlasan dan buah pikiran yang lahir dari akal kurang jernih akan merugikan pemel uk-pemeluknya dan akan menjadikan faktor penghambat Perkembangan ajaran Agama itu dalam Masyarakat.

Di antara sebab-sebab pokok terjadi ikhtilaf di kalangan Para ulama (Mujtahidin) adalah sebagai berikut:

dSebabjsebab External

1_ Berbeda perbendaharaan Hadits masing-masing mujtahid.

Hal ini terjadi sebagaimana-telah disebutkan di atas,bahwa para sahabat telah terpencar-pencar ke berbagai penjuru negeri yang banyak mengetahui tentanghaditsNabi, sukar

menemui mereka.

Ada juga kemungkinan, bahwa sahabat Nabi dapat dijumpai, tetapi masing-masing sahabat itu tidak sama dalam perbendaharaan haditsnya, karena pergaulannya dengan Rasulullah ikut menentukan banyak sedikitnya hadits yang diterima.

2. Di antara ulama dan ummat Islam, ada yang kurang memperhatikan situasi pada waktu Nabi. bersabda, apakah ucapan beliau itu berlaku umum atau untuk orang tertentu

saja. Apakah perintah itu untuk selama-lamanya atau hanya bersifat sementara.

3. Di antara ulama dan umat Islam kurang memperhatikan dan mempelajari, bagaimana caranya Nabi Menjawab suatu pertanyaan atau menyuruh orang, karena adakalanya jawaban atau suruhan itu tepat untuk seseorang dan kadang-kadang tidak tepat untuk orang lain.

4. Di antara ulama dan ummat Islam banyak yang terpengaruh oleh pendapat yang diterima dari pemukape


mu La dan ula ma-ulama sebelumnya dengan ucapan telah terjadi ijma', pada masalah-masalah yang tidak pernah terjadi ijma' . Umpamanya pendapat Ibnu Hajar, bahwa

lmam Nawawi berkata:

“telah ijtma' umat, bahwa mengangkat tangan ketika takbiratul ihram sunah hukumnya”.

Padahal Daud dan Ahmad Sayyar dari ulama Syafi'iyah mengatakan wajib, dan menurut Imam Malik tidak disunatkan.

Di antara ulama ada yang berpandangan yang terlalu berlebihan terhadap amaliyah-amaliyah yang disunatkan, sehin gga orang awam menganggapnya suatuamaliyah yang diwajibkan dan berdosa apabila ditinggalkan.

Para sahabat yang tinggal terpencar-pencar di seluruh pelosok negeri, ada yang meriwayatkan hadits berbedabeda, karenamungkm lalai atau lupa, sedangkanyang mengingatkan diantara sahabat-sahabat itu tidak ada.

Ada juga sahabat yang menerima hadits tertentu, dan tidak diterima oleh sahabat yang lainnya.

Perbedaan pandangan dalambidang politik, juga meimbulkan pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum Islam… Umpamanya: Khawarij, Syi'ah, Ahlussunnah Wal jama'ah dan Mu'tazilah mempunyai falsafah dan pandangan hidup masing-masing. Paham yang berbeda itu tidak hanya terbatas pada masalah politik saja, tetapi lebih jauh berpengaruh pada masalah aqidah,yang saling mengkafirkan, masalah ubudiyah yang saling menyalahkan dan masalah penetapan suatu hukum, golongan mana yang mengemukakan pendapatitu. Kalaubukan golongannya, serta merta pendapat itu ditolak, karena melihat b. Sebab-sebab Internal 1. Kedudukan Suatu Hadim '

Karena hadits-hadits yang datang dari Rasulullah itu melewati banyak jalan, maka terkadang menimbulkan perbedaan antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. bahkan bisa juga berlawanan. Bagi orang yang mantap hatinya mempercayai perawinya mka hadits tersebut dijadikan landasan penetapan hukum. Begitu juga sebaliknya bagi orang

yang tidak nmnpemayai perawinya akan mengenyampingkan hadits tersebut.

7, Perbedaan Penggunaan Sumber Hukum Para ulama dalam menetapkan suatu: hukum tidak sama .ntara satu dengan yang lam. Hal ini disebabkan tidak sama dalam penggunaan amba-nya Umpamanya: a. Dalam masalah Hadits Kedudukan hadits sebagai sumber hukum tidak diperselisihkan oleh para mujtahid (tukaha). Akan tetapi yang nuekapaselisihlanadalahdansegisampaiatautidahiya suatu hadits, percaya atau tidak terhadap seorang perawi. sahih atau tidak suatu hadits. b. Dalam masalah lima’ Sebagaiomztohdalammasalahijm’yaitudalamhal merujahzhkan talak tiga sekaligus. Jumhur fukaha mengatakan, bahwa talak tiga sekaligus jatuh tiga juga dengan alasanhelahijma'padamasaKhalifahUum,sedangkan ulamalainnmgatakan. bahwa talaktiga sekaligus, hanya jatuhsamderiganalasamtelahijma'padamasaNabidan Abu Bakar.

a,bukanmelihatkebenaranyangdisampaikannya


c. IStihsan. ImamHanafi mempergunakan istihsan dalam menetapkan sebagian hukum, sedang Imam Syafi'i tidak memakainya. Sebagai contoh: Menurut mazhab Syafi'i tidak boleh membaca al-Quran bagi orang sedang haid, karena orang yang haid itu sama dengan junub, sedang menurut Imam Hanafi dibolehkan membacanya.

d Masalah Mursalah.

Penetapan hukum dengan Masalah Mursalah adalah melihat kepentingan umum, walaupun kelihatannya menyimpang dari ketentuan yang biasa berlaku. Sebagai contoh: Menjatuhkan hukum mati atas suatu kaum atau kelompok manusia yang membunuh satu orang, bisa dijatuhi hukuman mati menurut fukaha Hanafiah, Malik dan Syafi'i untuk menghindari usaha jahat dari kelompok tertentu yang ingin melakukan pembunuhan dengan cara sengaja. Sedangkan menurut mazhab Hambali, tidak boleh dijatuhi hukuman mati, karena tidak sepadan.

e. 'Urf.

’Urf biasanya diartikan dengan kebiasaan, apakah kebiasaan itu baik atau buruk. Sebenarnya penggunaan 'Urf berkaitan erat dengan masalah mursalah, hanya saja hukum-hukum yang diterangkan dapat berubah-ubah menurut suatu daerah.

3. Perubahan Pemahaman

Perbedaan Pemahaman ini misalnya:

a. Dalam hal-hal yang kembali kepada lafadh.

Lafadh mufrad, kadang-kadang mempunyai lebih dari satu arti (Musytarak). Contoh yang populer dalam masalah ini adalah kata ”quru" dalam firman Allah:

Penyesuaian dan Pembinaan Pendapat yang Berbeda

Di dalam kamus bahasa Indonesia (W .] ..S Poerwaedarminta) disebutkan, "sesua1"berart1"'kenabenaf atau "cocok" (keadaannya, ukurannya, rupanya dan sebagainya seperti sepatu dengan kaki, baju dengan badan, anak kunci dengan

kunci, perhiasan dengan yang dihiasi) Misalnya, kakinya lecet, karena memakai sepatu yang tidak sesuai

Selain itu "sesuai" berarti pula, "berpatutan (dengan)",

"bersamaan (dengan)", misalnya: mereka itu akan diberi pe-'

kerjaan yang sesuai dengan kecakapan masing-masing.

Demikian juga sesuai, berarh" 'sepadan", "selaras",mi

salnya: ia merasa bahwa gajinya belum sesuai dengan kedu

dukannya. Hasilnya tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dipergunakannya.

Kemudian "sesuai" berarti juga "semupaka ', "setuju", misalnya: rundingan antara majikan dan wakil buruh sudah sesuai. Pendapat mereka sesuai dengan pikiran saya.

Lebihlanjut kitalihat, sesuaiberarti pula, "sama (dengan)", tidak "tidakbersalahan (bertentanganY', misalnya: olehhakim

dijatuhkanhukmnanlimatahun penjara sesuai dengan tuntutan jaksa.

SetemSnya "sesuai" berarti, “serasi", "baikbenaf (untuky, rrdsalnya bermacam-macam obat telah dimirkurnnya. tetap! tak ada yang sesuai.

Apabila sesuai ditambah dengan aw alan "me' dan akhiran 'kan", yaitu menyesuaikan artinya mencocokkan. meniadikan sesuai (dalam berbagai-bagai arti seperti menyelaraskan, menyepadankan, mengakurkan, menyamakan).

Dengan demikian, penyesuaian adalah perbuatan (hal, :ara dan sebagainya) menyesuaikan. Setelah kita memper' hatikan pengertian-pengertian di atas dalamkaitannya dengan pembahasan topik ini, maka pengertiannya yang tepat setelah diberi awalan ”me" dan akhiran ”kan" adalah, mencocokkan dan menjadikansesuai dalamberbagai-bagaiartisepertimenyelaraskan dan mengakurkan pendapat yang berbeda .

Sekiranya ldta artikan penyesuaian dengan menyamakan dan menyepadankan, berarti perbedaan pendapat itu tidak ada. Sedangkan kenyataannya perbedaan pendapat itu me

mang dan jelas ada.

Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, sebab-sebab terjadi perbedaan pendapat itu dan hal ini tidak dapat dimungkiri.

Persoalansekarang,bagaimanacaranya,supayaperbedaan pendapat yang berkembang dalam berbagai mazhab dan masyarakattidakmenja '"pertentanganpendapat".Halinilah yang menjadibencanaselamaini,karenabilaterjadiperbedaan pendapat, terus menjurus kepada pertentangan pendapat dan berakhir dengan permusuhan.

Padahal yang dipersoalkanbukan masalah pokok (ushul), tetapi masalah furu' (cabang) yang lebih banyak mempersoalkan, yang afdhal dan lebih afdhal, yang baik dan yang lebih baik.

Minggu, 20 Mei 2018

Pelaksanaan putusan (hukum acara perdata)

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dilaksanakan, oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan hukum eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang menjadi ketetapan dalam putusan itu secara paksa dengan bantuan alat-alat negara. Adapun yang yang memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim adalah kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”. Pada prinsipnya hanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dijalankan. Suatu putusan itu dapat dikatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap apabila di dalam putusan mengandung arti suatu wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara sebab hubungan hukum tersebut harus ditaati dan harus dipenuhi oleh pihak tergugat.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pengertian pelaksanaan putusan?
Apa saja jenis-jenis pelaksanaan putusan?
Tujuan
Dapat mengetahui apa pelaksanaan putusan dan apa saja jenis-jenis putusan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan putusan merupakan realisasi dari apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenui suatu prestasi, yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan. Pelaksanaan putusan / eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan.
Putusan merupakan peranan hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman pasca UU nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada prinsipnya tidak lain daripada melaksanakan fungsi peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Dalam menjalankan fungsi peradilan ini, para hakim peradilan agama harus menyadari sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim dalam mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara, perlu diperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Ketiga hal ini harus mendapat perhatian yang seimbang secara profesional, meskipun dalam praktik sangat sulit untuk mewujudkannya. Dalam putusan yang bersifat perdata, pasal 178 ayat 2 HIR dan pasal 189 ayat 2 R.Bg mewajibkan para hakim untuk mengadili semua tuntutan sebagaimana tersebut dalam surat gugatan. Hakim dilarang menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut sebagaimana tersebut dalam pasal 178 ayat 3 HIR dan pasal 189 ayat 3 R.Bg. kecuali apabila hal-hal yang tidak dituntut itu disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana tersebut dalam pasal 41c Undang-Undang nimor 1 tahun 1974 pasal 24 ayat 2 peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 dan pasal 149 Kompilasi Hukum Islam.
Eksekusi merupakan putusan hakim yang merupakan pengakhiran dari proses perkara perdata yang menyangkut hak, kewajiban seseorang dalam suatu perkara. Ketentuan eksekusi juga mengatur bagaimana putusan pengadilan dapat dijalankan. Pengertian eksekusi menurut R. Subekti, adalah: Pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat dirubah lagi itu ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus menaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan hukum, yang dimaksudkan kekuatan umum adalah polisi berhak kalau perlu militer (angkatan bersenjata).Selanjutnya R. Supomo memberikan pengertian eksekusi sebagai berikut: Hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan. Pengertian dan asas daripada eksekusi itu sendiri haruslah dilihat dari segi fungsinya untuk memakai eksekusi secara umum, dan kapan tindakan eksekusi merupakan suatu keharusan, sebagaimana dikemukakan oleh M. Yahya Harahap, bahwa: Eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu, eksekusi tiada lain dari pada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Bagi setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi, harus merujuk dalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR atau RBg. 10 Menjalankan putusan pengadilan tiada lain adalah melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan secara paksa putusan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela.
Pada prinsipnya hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) yang dapat dijalankan. Pada asasnya putusan yang dapat dieksekusi adalah:
Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Karena dalam putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara.
Disebabkan hubungan hukum antara pihak yang berperkara sudah tetap dan pasti; - Hubungan hukum tersebut mesti ditaati, dan - Mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (pihak tergugat).
Cara menaati dan memenuhi hubungan hukum yang ditetapkan dalam amar putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap: - Dapat dilakukan atau dijalankan secara “sukarela” oleh pihak tergugat; dan - Bila enggan menjalankan putusan secara sukarela, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan harus dilaksanakan “dengan paksa” dengan jalan bantuan “kekuatan umum”.
Putusan pengadilan yang memerlukan pelaksanaan adalah putusan yang bersifat menghukum (kondemnator). Pelaksanaan tersebut memerlukan bantuan dari pihak yang kalah perkara, artinya pihak yang bersangkutan harus dengan sukarela melaksanakan putusan pengadilan. Melaksanakan putusan pengadilan artinya bersedia memenuhi kewajiban untuk berprestasi yang dibebankan oleh pengadilan melalui putusannya. Apabila pihak yang kalah tidak mau atau lalai melaksanakan putusan pengadilan, pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus perkara, baik secara lisan maupun secara tertulis agar outusan pengadilan dilaksanakan. Untuk itu, ketua menyuruh memanggil pihak yang kalah serta memperingatkannya agar dia melaksanakan putusan pengadilan selambat-lambatnya dalam tempo 8 hari. Apabila dalam  tempo 8 hari itu putusan pengadilan tidak dilaksanakan, atau pihak yang kalah setelah dipanggil dengan patut tidak juga menghadap, maka ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memerintahkan secara tertulis agar melakukan penyitaan atas barang bergerak milik pihak yang kalah sebanyak  harga yang wajib dibayar ditambah biaya pelaksanaan putusan pengadilan. Apabila barang bergerak tidak ada atau tidak mencukupi, maka dilaksanakan penyitaan atas barang tidak bergerak (pasal 197 ayat(1) HIR, 208 RBg).Penyitaan barang bergerak  dan atau tidak bergerak lazim disebut sita pelaksanaan (executorial besiag, executionary distraint). Surat penetapan yang berisi perintah untuk melaksanakan sita pelaksanaan dapat dilihat pada contoh surat penetapan, dengan penyesuaian isi atau redaksinya.
Cara Mengajukan Permohonan Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pasal 195/206 RBg.
Tentang menjalankan putusan dalam perkara yang pada tingkat pertama di periksa oleh pengadilan negeri adalah atas perintah dan dengan pimpinan  ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang diatur dalam pasal-pasal berikut ini.
(RBg.): dalam hal menjalankan putusan itu sekaligus atau sebagiannya harus di lakukan diluar daerah hukum pengadilan negeri itu atau ketua pengadilam tidak ada di tempay kedudukan pengadilan iyi, maka ketua dapat meminta pertolongan dengan surat kepada pemerintah setempat yang bersangkutan untuk menjalankan putusan itu.
(RBg.)/2 (HIR): jika tentang menjalankan putusan itu harus di lakukan sekaligus atau sebagian di luat daerah hukum pengadilan yang tersebut di atas maka ketua meminta dengan surat bantuan ketua pengadilan yang bersangkutan untuk menjalankan putusan itu, juga jika pengadilan itu berkedudukan di jawa dan madura/di luar jawa dan madura.
(RBg.)3/4 (HIR): ketua pengadilan negeri yang bantuannya diminta berlaku sebagai ditentukan pada ayat di atas ini tentang segala perbuatan yang harus dilakukannya.
(RBg): ketua yang diminta bantuannya itu, memberitahukan dengan selekas-lekasnya ketua pengadilan, yang semula memeriksa perkara itu segala daya upaya yang telah diperintahkan dan hasilnya. (HIR): ketua yang diminta bantuannya itu memberitahukan dalam dua kali dua puluh empat jam segala daya upaya yang telah diperintahkan serta hasilnya kepada ketua pengadilan negeri yang semula memeriksa perkara itu.
Perlawanan terhadap putusan itu juga dari orang lain yang menyatakan barang yang disita itu miliknya serta diadili seperti semua perselisihan tentang upaya paksa yang diperiksa olrh pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terjadi pelaksanaan putusan itu.
(RBg): perselisihan yang timbul dan putusan tentang perselisihan itu harus tiap-tiap kali selekas-lekasnya diberitahukan dengan surat oleh ketua pengadilan negeri itu kepada ketua pengadilan yang semula memeriksa perkara itu.
(HIR): perselisihan yang timbul dan putusan tentang perselisihan itu ketua pengadilan negeri memberitahukan dengan surat tiap-tiap kali dalam tempo dua kali dua puluh empat jam kepada ketua pengadilan negeri yang semula memeriksa perkara itu.

Jenis-jenis Pelaksanaan Putusan
Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Putusan ini yaitu menghukum pihak yang kalah untu memenuhi prestasi. Hak perdata penggugat yang dituntutnya terhadap tergugat, diakui kebenarannya oleh hakim. Amar putusan selalu berbunyi “Menghukum .... dan seterusnya”
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap.
Eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang
Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :
Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :
Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan  lebih dahulu.
Pelaksanaan putusan provinsi.
Pelaksanaan akta perdamaian.
Pelaksanaan Grose Akta.
Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh ketua pengadilan agama
Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi.
Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama.
Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, PTA tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut :
Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan.
Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Agama, surat perintah dikeluarkan apabila :
Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah.
Tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan.
Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita.
Pelaksanaan sita eksekusi harus dibantu oleh dua orang saksi :

Keharusan adanya dua saksi merupakan syarat sah sita eksekusi.
Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu sekaligus sebagai saksi sita eksekusi.
Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam berita acara sita eksekusi
 Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat :

telah berumur 21 tahun
berstatus penduduk Indonesia
memiliki sifat jujur
Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi
Membuat berita acara sita eksekusi yang memuat :
nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua saksi
merinci secara lengkap semua pekerjaan yang dilakukan
berita acara ditanda tangani pejabat pelaksana dan kedua saksi
pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan, menurut hukum, untuk ikut menanda tangani berita acara sita
Isi berita acara sita harus diberi tahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu juga apabila ia hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika tidak hadir maka dalam waktu yang secepatnya segera diberitahukan dengan menyampaikan di tempat tinggalnya
 Penjagaan yuridis barang yang disita diatur sebagai berikut :
Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersita
Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai pada saat dilakukan penjualan lelang
Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain
Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita
Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita.





BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan putusan merupakan realisasi dari apa yang merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenui suatu prestasi, yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan. Pelaksanaan putusan / eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan.  Eksekusi merupakan putusan hakim yang merupakan pengakhiran dari proses perkara perdata yang menyangkut hak, kewajiban seseorang dalam suatu perkara. Ketentuan eksekusi juga mengatur bagaimana putusan pengadilan dapat dijalankan. Pengertian eksekusi menurut R. Subekti, adalah: Pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat dirubah lagi itu ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus menaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan hukum, yang dimaksudkan kekuatan umum adalah polisi berhak kalau perlu militer (angkatan bersenjata).Selanjutnya R. Supomo memberikan pengertian eksekusi sebagai berikut: Hukum eksekusi mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan.
Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Putusan ini yaitu menghukum pihak yang kalah untu memenuhi prestasi. Hak perdata penggugat yang dituntutnya terhadap tergugat, diakui kebenarannya oleh hakim. Amar putusan selalu berbunyi “Menghukum .... dan seterusnya”
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap.
Eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang























Daftar Pustaka
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2008.
Abdul Manan,Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,(Jakarta:Kencana 2006).
Fauzan,Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di Indonesia,(Jakarta:Prenada Media Grup, 2005).
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung, 1989..

R. Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.







kodifikasi penulisan fiqh dan penulisan kitab fatwa pada era kemunduran

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal berkembang agama islam. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati, dengan bersumber pada Al Qur’an sebagai al wahyu al matludan sunnah sebagai alwahyu ghoiru matlu. Baru sepeninggal Nabi SAW, ilmu fiqh ini mulai muncul, seiring dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istimbat.
Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqih, bisa kita kualifikasikan secara periodik sesuai dengan kesepakatan para ulama. Yaitu ada empat, diantaranya : Pertama adalah masa kemunculan dan pembentukan dasar-dasar islam, perode ini mencakup masa Nabi SAW dan bisa juga disebut sebagai masa turunnya al Quran atau wahyu. Kedua adalah masa pembangunan dan penyempurnaan, pada periode ini mencakup masa sahabat dan tabi’in hingga pertengahan qurun ke empat hijriyah. Yang ke tiga adalah masa taqlid dan jumud, pada periode ini berkisar antara pertengahan abad ke empat hingga abad ke tiga belas hijriyah. Keempat adalah masa kebangkitan, periode ini berkisar dari abad tiga belas hingga sekarang.

Rumusan masalah

Bagaimana kodifikasi penulisan  fiqih?
Bagaimana penulisan kitab fatwa pada era kemunduran ?

BAB II
PEMBAHASAN
Kodifikasi Penulisan  Fiqih
Penulisan fiqh dikatakan sebagai periode telah selesainya pembentukan hukum islam yang berdasarkan ijtihad  secara mutlak. Maka berhentilah proses kreatif dalam pertumbuhan hukum islam, sampai muncul anggapan bahwa para pakar terdahulu itu terpelihara dari kesalahan. Ini berakibat seorang ahli hukum pada masa ini, tidak dapat lagi  menetapkan atau mengeluarkan keputusan hukum.
Pada periode ini, selain dilakukan penulisan kitab kitab fiqih, juga dilakukan kitab himpunan kaiadah fiqih. Diantara kitab kitab yang ditulis di zaman ini adalah qawait fiqqiyah yang membahas tentang kaidah-kaidah fiqih ilsam. Kitab ini perlu diketahui oleh seorang fukaha yang ingin menginstimbathkan suatu hukum. Dengan ilmu ini, seorang fukaha akan dapat menjawab persoalan persoalan yang baru. Kitab kitab yang menghimpun kaidah kaidah fiqih berdasarkan mazhab, dapat dikemukakan berikut :
Mazhab hanafi
Ushul imam abi al-hasan, karya al-khurkhi (wafat 340 H)
Ta’sis An-Nazhar, karya ad-dabusi (wafat 430 H)
Al asybah wa an-nazhair, karya ibnu nujaim (wafat 970 H)
Mazhab maliki
Anwar al-buruq fi anwa’i al-furuq, karya al-qarafi (wafat 682 H)
Al-qawaid fi fiqh al-malikiyah, karya at-tilmisani (wafat 876 H)
Al-qawaid fi fiqh al-malikiyah, karya al-mukri

Mazhab syafi’i
Al-qawaid al-kubra, karya al-izz bin abdissalam yang mencoba mengembalikan semua hukum syariat menjadi satu kaidah besar yaitu : ‘ menolak mudharat dan mengambil manfaat
Al-asybah wa an-nazhair karya imam as-sayuthi (wafat 911 H)
Mazhab hambali
Al – qawaid al-kubra dan al-qawaid al-sugra karya imam sulaiman at-thufi al-hanbali (wafat 710 H)
Al-qawaid an-nuraniyyah al-fiqhiyah, karya imam ibnu taymiyah (wafat 728 H)
Al-qawaid, karya imam ibnu rajab al-hanbali (wafat 795 H)
Al-qawaid wa al-fawaid al-ushuliyah, karya imam inu lahham al-hanbali (wafat 803 H).
Pada periode kemunduran ini, bila fiqh mengalami stagnasi, maka ushul fiqh tidak demikian. Abu Zahrah menjelaskan dalam bukunya ushul fiqh sebagai berikut:
“setelah banyak orang menutup ijtihad secara mutlak, dan melakukan ijtihad bagi ushul fiqh. Malah memacunya terus melaju ke depan. Terdapat pakar-pakar yang memiliki kemampuan  yang luar biasa, yang meneliti, membahas, mengkaji secara mendalam ilmu ushul fiqh ini secara per bab, tidak mengurangi nilainya sedikitpun, bahkan menjadi penimbang ketika terjadi perselisihan.
Ini dapat dibuktikan dengan munculnya tidak kurang dari 25 kitab penting tentang usul fiqh. Hanya saja metode penulisannya kurang sempurna, karna tidak mementingkan penyebutan nama-nama pengarang dan judul kitab-kitabnya. Para imam mazhab, selain imam syafi’i belum menuls dasar -dasar dan kaidah kaidah fiqhyah bisa menjadi rujukan pengambilan atau penyimpulan hukum mazhab mereka. Metodologi fiqh itu baru dirumuskan oleh murid muridnya atau generasi sesudahnya. Imam syafi’i adalah orang yang pertama memperkasai penulisan ilmu usul fiqh dalam bukunya ar risalah, dan trus berkembang sejalan dengan perkembangan itihad para fuqaha berikutnya, termasuk juga para pengikut mazhab-mazhab lainnya, mengembangkan kerangka ushul fiqh itu lebih lanjut. Ada dua kecenderungan yang lebih dominan saat itu:
Pertama, kecenderungan pengembangan,(memerinci yang global dan lain lain).
Kedua, kecenderungan pengkajian ulang (menolak bagian tertentu dan menambahkannya dengan yang lain).
Yang dimaksud dengan kodifikasi adalah upaya mengumpulkan beberapa masalah fiqh dalam satu bab dalam bentuk butiran bernomer. Dan jika ada masalah maka setiap masalah akan dirujuk kepada materi yang sudah disusun dan pendapat ini akan menjadi kata putus dalam menyelesaikan perselisihan.
Tujuan dari kodifikasi ini adalah untuk merealisasikan dua tujuan sebagai berikut :
Menyatukan hukum islam dalam setiap masalah yang memiliki kemiripan sehingga tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing hakim memberi keputusan sendiri, tetapi seharusnya mereka sepakat dengan materi undang-undang tertentu, dan tidak boleh dilanggar untuk menghindari keputusan yang kontradiktif.
Memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqh dengan susunan yang sistematik, ada bab bab yang teratur sehingga mudah untuk dibaca.
Permulaan kodifikasi
Upaya untuk menjadikan fiqh sebagai undang undang bukan sesuatu yang baru terjadi pada zaman ini. Upaya tersebut sudah muncul sejak awal abad ke-2 hijriyah ketika ibnu muqaffah menulis surat kepada khalifah abu ja’far al mansur agar undang-undang civil negara diambil dari al-qur’an dan sunnah. Dan ketika tidak ada nas maka cukup dengan ijtihad sndiri sesuai dengan kemaslahatan umat. Ketika beliau melihat banyak terjadi perbedaan pendapat dalam satu masalah ia berkata, diantara perkara yang harus diperhatika oleh amirul mukminin dari urusan 2 orang mesir dan yang lainnya dari setiap kota dan pelosok wilayah adalah terjadinya perseliaihan pendapat yang sudah memuncak, jika saja amirul mukminin dapat memerintahkan agar semua perbedaan ini bisa dihilangkan, memberi apa yang menjadi hajat setiap kaum dari sunnah dan qiyaas dengan cara menulis sebuah kompilasi undang-undang. Hal tersebut bertujuan menyatukan semua pendapat yang bisa salah atau benar dengan satu pendapat yang pasti dan benar.
Usulan ibnu muqaffa ini tidak mendapat sambutan pada saat itu karena para fuqaha enggan untuk memikul beban taklid, sedangkan mereka sendiri sudah memberikan peringatan kepada murid murid mereka agar menjauhi fanatisme mazhab.
Mereka merasa cemas dan masih ragu ragu jika saja ijtihad ini salah karean yang mereka lakukan bukan membuat sebuah produk undang-undang buatan manusia, namun mereka sedang berhadapan dengan syariat yang nurun dari langit. Usaha yang sama juga pernah dilakukan oleh imam malik ketika ia melaksanakan haji pada tahun 148 H dan diminta untuk menyeru masyarakat mengamalkan mazhabnya. Akan tetapi, imam tidak mau dan berkata, wahai amirul mukminin, setiap kaum ada pendahulu dan imamnya sediri maka barang siapa yang melihat keputusan para pendahulunya sesuai dengan kedaannya, maka hendaklah ia melaksanakan hal itu.
Sang khalifah memahami apa yang disampikan oleh imam malik, atau hanya berpura pura setuju, namun ia menawarkannya kembali pada tahun 163 H. Akan tetapi, sang iamam tetap tidak mau menyeru umat untuk mengikuti mazhabnya dan tetap pada pendiriannya.
Dan pada abad ke-11 H, sultan muhammad alimgher (1038-1118  M). Seorang raja india membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari ulama-ulama kondang di india dibawah pimpinan syaikh nizham untuk menulis sebuah buku yang dikenal dengan nama al-fatawa al hindiyah.
Meskipun demikian, upaya ini belum secara resmi dan bersifat mengikat bagi semua muftia atau hakim sebagaimana corak penulisan dan pembuatan bab belum seperti sebuah mataeri undang undang dan hanya brsifat himpunan pendapat fiqh yang masih diperdebatkan, kemudian lembaga ini, memilih salah satunya.
Semua upaya dan usaha baik ini belum bisa dikatakan sebuah bentuk kodifikasi fiqh islam dengan makna yang sempurna seprti yang sudah dijelskan sebelumnya.

Titik tolak kodifikasi (majallah al-ahkam a-adliyyah)
Upaya dan pemikiran untuk melahirkan sebuah kodifikasi terhadap fiqh islam betul betul dapat terwujud diturki ketika muncul majjalah al-ahkam al-adliyyah(semacam kitab undang-undang hukum perdata) pada masa dinasti usmaniyyah yang berangkat dari keinginan imperium ini untuk mengacukan seluru undang-undang sipil yang berlaku bagi umat islam dibawah pemerintahannya pada mazhab imam abu hanifah sebagai mazhab resmi negara. Kitab kodifikasi hukum islam ini disusun oleh para fuqaha kondangan dibawah pimpinan ahmad jaudad basya, direktur diwan al-ahkam al-adliyyah. Lembaga ini mluai bekerja pada tahun 1286 H dan terus bekerja sampai tahun 1292 H. Setelah bekerja selama 7 tahun maka lahirnya sebuat karya agung yang diberi nama majjalah al-ahkam al-adliyyah( yang kemudian terkenal dengan istilah al majjalah atau majelle).
Pada bulan sya’ban 1292H, sultan mengeluarkan surat perintah untuk menerapkan isi kompilasi ini dalam semua pengadilan turkey dan semua negara yang berada dibawah kekuasaan dinasti turki usmaniyah.


Kandungan al-majjalah al al-ahkam al-adliyyah
Kitab kompilasi hukum islam turkey usmaniyyah ini, memuat 1815 pasal yang membahas berbagai hukum terhadap berbagai permasalahannya yang masih diperbdebatkan dalam membangun hubungan sosial islam yang terdiri dari 16 bab, dimulai dari bab jual beli an brakhir dengan bab tuntutan dan keputusan hakim.
Adapun yang menjadi catatan dari kompilasi ini adalah tidak ada konsistensi untuk berpegang kepada pendapat yang rajih dan kuat. Dalam mazhab Hanafi dan terkadang mengambil pendapat yang marjuh (dikuatkan) untuk memeberi kemudahan kepada masyarakat dan demi kemaslahatan bersama dan diantara kekurangannya yang tidak mmbahas tentang al ahwal asy syakhsiyah.

Penulisan kitab fatwa pada era kemunduran
Seiring dengan semaraknya buku-buku fiqih dan ushul, penulisan fatwa-fatwa juga mendapat perhatian dari para ulama yang nantinya dapat membantu para generasi yang akan datang untuk menyelami kedalaman lautan fiqih islam. Sumbangan itu berupa himpunan fatwa. Fatwa-fatwa dimaksud disini adalah himpunan fatwa-fatwa oleh ulama dizamannya, yaitu ulama-ulama yang telah mendapat derajat mujtahid lalu diberi kedudukan sebagai mufti secara resmi, kemudian pendapat ditulis dalam buku yang disusun berdasarkan bab bab fiqih. Diantaranya :
Kitab Al-Fatawa AL-hindiyah yang dikenal nama fatwa malakiyah yang ditulis oleh beberapa ulama asal hindia atas perintah sultan bahadir, seorang ulama besar;
Kitab fatwa yang sangat berpengaruh adalah al fatawa al taimiyyah (wafat 728 H), yang dicetak beberapa kali. Cetakan terakhir dan paling komrehensif diterbitkan di saudi arabia dalam 37 jilid, ;
kitab fatwa besar lain seperti al-hawi li al-fatawi karyaal-suyuthi (wafat 911 H);
kitab al fatawa al-bazzaziyah yang ditulis oleh muhammad bin muhammad shihabuddin yang dikenal dengan nama al-bazzaz al-kurdi al-hanafi (wafat 827 H); kitab fatawa karya syeikh al-islam zakaria al –anshori as-syafi’i (wafat tahun 926 H), al-fatawa karya ibnu hajar al-haitami (wafat 974 H).

BAB III
KESIMPULAN
Pada periode ini, selain dilakukan penulisan kitab kitab fiqih, juga dilakukan kitab himpunan kaidah fiqih. Diantara kitab kitab yang ditulis di zaman ini adalah qawait fiqqiyah yang membahas tentang kaidah-kaidah fiqih ilsam. Kitab ini perlu diketahui oleh seorang fukaha yang ingin menginstimbathkan suatu hukum. Dengan ilmu ini, seorang fukaha akan dapat menjawab persoalan persoalan yang baru.
Seiring dengan semaraknya buku-buku fiqih dan ushul, penulisan fatwa-fatwa juga mendapat perhatian dari para ulama yang nantinya dapat membantu para generasi yang akan datang untuk menyelami kedalaman lautan fiqih islam. Sumbangan itu berupa himpunan fatwa. Fatwa-fatwa dimaksud disini adalah himpunan fatwa-fatwa oleh ulama dizamannya, yaitu ulama-ulama yang telah mendapat derajat mujtahid lalu diberi kedudukan sebagai mufti secara resmi, kemudian pendapat ditulis dalam buku yang disusun berdasarkan bab bab fiqih.

Daftar Pustaka
Tarmidzi, Tarikh Tasrik (Sejarah Legislasi Hukum Islam), Yogyakarta: Idea Press, 2013.

Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri’ Jakarta:Amzah 2009.

http://hanafiyesss.blogspot.co.id/2012/10/sejarah-perkembangan-ilmu-fiqh.html.

Penjelasan pasal KHES pasal 116-121 tentang murabahah

PENJELASAN PASAL 116-121 MURABAHAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas  Mata kuliah : Fiqh Muamalah  Dosen pengampu : Imam Mustofa


 Disusun oleh :
WIDIYA KUSUMANINGRUM  (1602090062)







Kelas A
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO  2018

PENDAHULUAN
Sebagai suatu entitas ekonomi disamping entitas politik, tanpa memandang latar belakang tradisi politik dan budaya, Negara merupakan unite ekonomi sangat berkepentingan dalam menentukan perencanaan dan kebijakan mengenai bagaimana sumber daya yang terbatas harus dialokasikan serta bagaimana hasil akhir dari suatu proses (produksi), baik sentral riil maupun non riil didistribusikan dengan aman diantara anggota-anggota masyarakat.
Pengamatan emperis tentang realitas yang didasarkan atas sistematik teori-teori ekonomi islam, memperlihatkan adanya dua ciri utama. Pertama, adanya kecenderungan yang kuat untuk bertolak dari matriks budaya, melalui pendekatan aksiologis untuk membentuk masyarakat ekonomi, melainkan juga membudayakan perekonomian. Kedua, adanya usaha-usaha yang sungguhsungguh untuk mengembangkan model-model matematika dan ekonometrik dari tingkah laku manusia yang telah dipengaruhi nilai-nilai islam2 termasuk munculnya produk perbankan islam Salah satunya adanya perjanjian murabahah yang sering atau yang mudah digunakan oleh orang karena bersifat islami. Perbankan Islami kini sudah tidak asing lagi, khususnya bagi kalangan pembisnis, lembaga tersebut dapat sebagai alternative jika mereka terbentur kebutuhan mendesak yang menghambat proyek mereka sehingga para pembisnis mengalihkan perhatianya dari rumitnya prosedur perbankan konvesional ke perbankan yang berbasis islami. Dan saat ini kondisi perbankan belum sepenuhnya memenuhi harapan. Kasus-kasus perbankan yang terjadi dewasa ini baik langsung maupun tidak langsung telah membawa akibatbagi perkembangan perekonomian nasional, antara lain berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Disinilah perbankan islam dapat berkiprah dalam rangka keikutsertaannya memajukan perekonomian nasional dalam rangka memasuki pasar global, karena system perbankan islami yang universal dan komprehensif.
 BAI’ MURABAHAH
Pasal 116
“Penjual harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesifikasinya.”
Maksudnya:
Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara penjual dan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang.
Ibnu Qudama mengatakan bahwa murabahah merupakan jual beli dengan mengambil keuntungan tertentu yang diketahui pihak penjual dan pembeli. Masing-masing pihak harus mengetahui modal atau harga awal dari barang tersebut. Penjual harus memberikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan kemudian menjualnya ke nasabah tesebut dengan penambahan keuntungan tetap. Dalam KHES pasal 20 ayat 6 mendefinisikan murabahah: Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau langsung.
“Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba”.
Maksudnya :
Harus selalu diingat bahwa pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghindar dari bunga atau riba dan bukan merupakan instrumen ideal untuk mengemban tujuan riil ekonomi islam. Instrumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi yang diambil dalam proses islamisasi ekonomi, dan penggunaannya hanya terbatas pada kasus-kasus ketika mudharabah dan musyarakah tidak atau belum dapat diterapkan.
Jika pembeli membeli barang itu harus atas nama sendiri, bukan atas nama orang lain, dan pembeli itu harus bebas riba. Jadi, riba maksudnya disini adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam riba hukumnya adalah haram. Dalam sabda rasulullah saw:”Riba mempunyai tujuh puluh tiga pintu-pintu yang paling ringan adalah seperti seseorang menikahi ibu kandungnya”. (H.R Al Hakim dan ia menshahihkannya).
“Penjual harus memberi tahu secara jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut biaya yang diperlukan”.
Maksudnya :
Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang bertransaksi, baik penjual maupun pembeli, apabila keuntungan tidak diketahui oleh pembeli,maka tidak dapat dikatakan sebagai jual beli murabahah. Karena dalam syarat murabahah yang terkait dengan akad maka harus ada keterbukaan antara si penjual yang terkait dengan harga pokok barang.
Pasal 117
“Pembeli harus membayar harga barang yang telah di sepakati dalam murabahah pada waktu yang telah disepakati”.
Maksudnya :
Karena dalam definisi pasal 117 menyebutkan “Keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Misalnya si Fulan membeli unta 30 Dinar, biaya-biaya yang dikeluarkan 5 dinar, maka ketika menawarkan untanya, ia mengatakan:”saya jual unta ini 50 dinar, saya mengambil keuntungan 15 dinar”. Dalam Fatwa DSN No.16/DSN-MUI/IX/2003 tanggal 16 september 2000 dijelaskan bahwa harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai kesepakatan.Jadi disini ditetapkan bahwa persetujuan antara kedua belah pihak adalah hal yang paling utama, dikarenakan murabahah menanut sistem adil antara penjual dan pembeli adanya kata kesepakatan maka dalam hal ini menekankan keseimbangan dalam proses negoisasi.
Pasal 118
“Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad”.
Penjelasannya dua pihak yang membuat perjanjian khusus di antara penjual dan pembeli, dimana pihak pertama mengajukan permohonan kepada pihak kedua untuk membelikan suatu barang, kemudian pihak pertama akan membeli barang tersebut dengan memberikan sejumlah keuntungan, baik secara presentase maupun dengan cara perhitungan yang lain. Perjanjian ini dibuat sebelum barang dibeli dan mengikat kedua belah pihak, sehingga ada konsekuensi hukum yang akan ditanggung bagi pihak yang melakukan wanprestasi.
Pasal 119
“Jika penjual hendak mewakilkan kepada pembeli untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual-beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi milik penjual”.
Fatwa  Dewan  Syariah   Nasional:
04/DSN-MUI/IV/2000   tentang  Murabahah  menyatakan   sebagai berikut:
Jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari  pihak  ketiga, akad jual  beli  murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank Dari fatwa ini  jelas bahwa bank syariah tidak  diperkenankan  untuk melakukan akad murabahah kalau barangnya tidak ada, karena timbul gharar (ketidak  jelasan  barang yang  diperjualbelkan).  Hal ini  jelas haditsnya   yang   mengatakan  tidak   diperkenankan   untuk  menjual burung yang masih terbang, menjual ikan dalam lautan dan menjual akan binatang dalam kandungan. Saat bank syariah menyerahkan uang sebagai wakil bank syariah, maka akad yang dipergunakan adalah akad wakalah. Setelah barang ada, baru dilakukan akad murabahah. Untuk memberikan ilustrasi  murabahah yang  diwakilkan  kepada nasabah, diberikan contoh sebagai berikut:
Bank Syariah melakukan  transaksi  murabahah dengan Amir atas Mobil  Inova  dengan harga mobil  Rp.  120.000.000,--. Keuntungan disepakati  sebesar Rp.25.200.000.-  Pembayaran dilakukan  secara tangguh selama  satu tahun.  Bank Syariah menyerahkan  uang ke Amir  sebesar Rp. 120.000.000,--  sbg wakil Bank Syariah untuk membeli mobil Inova untuknya yang menerima  kuasa (sebagai wakil bank) menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan.
Atas amanah yang diberikan oleh Bank Syariah, Amir/nasabah melakukan pembelian  atau pengadaan barang sesuai yang diwakillan, dan kemudian diserahkan kepada Bank Syariah. Dengan penyerahan barang yang diwakilkan tersebut kewajiban nasabah selesai dan hutang nasabah diperhitungkan,  jika terdapat sisa dikembalikan  nasabah kepada bank syariah, sebaliknya jika kurang bank syariah harus menambah atau mengembalikan kekurangannya kepada nasabah.
Setelah  Barang dalam  penguasaan Bank Syariah,  maka akad murabahah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dan syariah yang telah   diuraikan   sebelumnya.   Dengan  disetujui   transaksi   ini dengan akad Murabahah, maka hutang nasabah kepada bank syariah sebesar harga jual yaitu sebesar Rp. 145.200.000.
Pasal 120
“Jika penjual menerima permintaan pembeli akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli terlebih dulu aset yang dipesan tersebut dan pembeli harus menyempurnakan jual beli yang sah dengan penjual”.
Maksudnya :
Murabahah dengan permintaan pembeli maksudnya adalah ada dua pihak dimana pihak pertama mengajukan prmohonan atau permintaan kepada pihak kedua untuk membelikan suatu barang, kemudian pihak pertama akan memberikan keuntungan. Misalnya Andi sedang membutuhkan sebuah laptop dengan spesifikasi tertentu seharga Rp.5.000.000, namun ia belum mempunyai cukup uang untuk membelinya terlebih dahulu, kemudian Andi memberikan keuntungan Rp.500.000. pembayaran yang dilakukan Andi kepada Ali bisa dengan cara langsung atau dengan cara mengangsur. Jual beli murabahah semacam ini sangat umu terjadi di lembaga keuangan Syariah dan masyarakat.Jadi pembeli disini berperan sebagai pihak konsumen, dengan demikian pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk bisa mendapatkan barang atau aset dengan spesifikasi yang telah diutarakan oleh pembeli. Transaksi ini akan terjadi jika penjual menyanggupi apa yang diinginkan oleh pembeli, dan pembeli harus memberikan uang muka atau DP kepada penjual. Dan dengan berjalannya waktu disini penjual memiliki kewajiban untuk memberikan barang atau aset yang sesuai dengan harapan. Kesempurnaan transaksi akan berakhir dengan baik jika penjual dan pembeli sama-sama telah menyempurnakan kewajiban terhadap satu sama lain.
Pasal 121
“Boleh meminta pembeli untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam jual-beli murabahah”.
Maksudnya :
Uang muka atau urbun atas pembelian barang yang dilakukan olh nasabah (bila ada), akan mengurangi jumlah piutang murabahah yang akan diangsur oleh nasabah. Jika transaksi dilaksanakan, maka urbun diakui sebagai bagian dari pelunasan piutang murabahah sehingga akan mengurangi jumlah piutang murabahah. Jika transaksi murabahah tidakjadi dilaksanakan (batal), maka urbun atau uang muka harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh bank syariah.
Uang Muka murabahah adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli (nasabah) kepada penjual (bank syariah) sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.
Ketentuan Uang Muka Murabahah:
Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.

Pengertian ekonomi islam

Berikut ini 10 Pengertian ekonomi islam menurut para ahli antara lain: merupakan ekonomi yang berdasarkan pada ketuhanan. Esensi sistem e...